6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Penelitian Terdahulu
Perbaikan suatu metode kerja pada lantai produksi
dalam suatu perusahaan merupakan hal yang sangat
penting untuk meningkatkan produksinya dengan hasil
produk yang berkualitas dan dalam jumlah yang banyak
sesuai permintaan konsumen. Hal ini dikarenakan
kompetisi dalam dunia manufaktur dewasa ini semakin
meningkat baik dari segi jumlah maupun kualitas seiring
dengan meningkatnya kemajuan teknologi. Pada kondisi
ini perusahaan harus memikirkan berbagai strategi dalam
upaya meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam
bekerja. Berkaitan dengan hal ini, analisis beban
kerja, jumlah tenaga kerja, studi gerak dan waktu
memegang peranan yang sangat penting. Sistem kerja juga
memiliki peranan kritis dalam usaha pencapaian tingkat
efisiensi dan produktivitas kerja yang tinggi.
Penelitian-penelitian mengenai hal-hal tersebut telah
dilakukan oleh Alifa et al. (2006); Goubergen dan
Vancauwenberghe (2007); Carolina (2008); Simanjuntak
dan Hernita (2008); Sari et al. (2008); Basuni (2009);
Munthe (2009); Al-saleh (2011); Marzano et al. (2012)
dan Yusoff et al. (2012).
Alifa et al. (2006) melakukan penelitian di
Perusahaan Rokok Sumber Rejeki. Proses produksi
perusahaan ini dilakukan secara manual. Permasalahan
yang terjadi adalah perusahaan hanya bisa memenuhi 75%
target produksi yang ada. Tujuan dari penelitian ini
adalah meningkatkan efisiensi kerja melalui perbaikan
metode kerja pada bagian pelintingan. Hasil penelitian
ini adalah merubah tata letak, menggabungkan gerakan
tangan kiri dan tangan kanan, serta mengeliminasi
gerakan menunggu (unavoidable delay) dan memegang untuk
memakai (hold). Perbaikan ini dapat mempercepat waktu
siklus dan waktu standar serta meningkatkan output
aktual, output standar dan efisiensi kerja.
Goubergen dan Vancauwenberghe (2007) menggunakan
studi waktu dan gerakan untuk mengukur semua jenis
limbah pada operasi perakitan di pabrik otomotif di
Belgia. Setelah melakukan analisis metode kerja di
stasiun kerja perakitan tersebut, hasilnya menunjukkan
bahwa perlunya perbaikan tata letak stasiun kerja.
Perbaikan tersebut dilakukan menggunakan data studi
waktu dan kerangka limbah yang telah didefinisikan
sebelumnya dengan The „Waste Spectrum‟ of A Work
Method. Hasilnya diketahui bahwa limbah yang terbesar
adalah limbah DFM. Sumber limbah DFM dikeluarkan dari
penggunaan air tool.
Carolina (2008) melakukan penelitian di Unit Usaha
Susu Kedelai “RISA” Malang. Ide penelitian ini muncul
dari hasil penelitian sebelumnya dan merupakan
penelitian lanjutan. Penelitian sebelumnya dilakukan
Atmoko pada tahun 2006 yaitu melakukan redesain kemasan
susu kedelai dalam bentuk cup 220 ml. Carolina
melakukan penelitian ini untuk mengetahui apakah
efisiensi proses pengemasan dengan menggunakan mesin
sealer lebih efisien daripada pengemasan manual.
Pengukuran efisiensi pada penelitian ini dilakukan
7
dengan studi gerak dan waktu. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa waktu baku kemasan susu yang didesain
ulang lebih lama daripada kemasan yang terdahulu.
Sari et al. (2008) dalam penelitiannya mengatasi
permasalahan yang ada di stasiun pengeritingan PT.
Trisula Ulung Megasurya Kepahiang. Masalah yang ada
adalah proses pengolahan yang berulang, perpindahan
material yang sering terjadi dan prosedur kerja yang
rumit. Masalah tersebut sebenarnya telah diatasi oleh
pihak perusahaan dengan penambahan mesin dan peralatan
tetapi tidak memberi hasil yang optimal. Untik itu
penelitian ini dilakukan untuk mengatasi hal-hal
tersebut dengan analisis metode kerja. Hasil dari
penelitian ini adalah pemanfaatan idle time,
penyeimbangan kedua tangan operator, pengurangan jarak
pemindahan material dan eliminasi elemen-elemen kerja
yang tidak efektif.
Simanjuntak dan Hernita (2008) melakukan
penelitian di industri pembuatan tas ”Pinus Bag’s
Specialist”. Pada penelitian ini yang diteliti yaitu
metode kerja dan layout kerja operator, kemudian
dilakukan usulan perbaikan dengan menerapkan metode 5S
pada lingkungan kerja Setelah dilakukan pengolahan data
dan pembahasan terhadap data pengukuran waktu
perakitan, analisis metode 5S pada layout baik sebelum
dan sesudah usulan perbaikan dan jumlah hasil produksi
masing-masing layout kerja ternyata jumlah hasil
produksi pada layout sesudah usulan perbaikan dilakukan
mengalami peningkatan dibandingkan layout sebelum
usulan perbaikan dilakukan.
8
Basuni (2009) melakukan penelitian di LINE B AV
DIVISION untuk perakitan BD 370-P,PT LG ELECTRONICS
INDONESIA. Pada penelitian ini, dilakukan analisis
elemen pekerjaan operator-operator line B AV division
untuk perakitan produk BD 370-P. Berdasarkan Peta
Tangan Kiri dan Tangan Kanan yang dibuat, diketahui
terdapat non-value added activity. Usulan sistem kerja
yang baru dibuat dengan cara mengeliminasi gerakangerakan
yang tidak perlu dengan menerapkan ekonomi
gerakan, mengeliminasi serta menggabungkan work center,
dan reposisi peralatan kerja untuk menyeimbangkan
gerakan kedua tangan.
Munthe (2009) menggunakan MOST (Maynard Operation
Sequence Technique) untuk meningkatkan output produksi
di PT. Suryamas Lestariprima. MOST ini merupakan metode
pengukuran waktu kerja secara tidak langsung. Metode
ini digunakan setelah dilakukannya analisis metode
kerja pada operasi pembuatan barang-barang meubel.
Masalah yang terjadi di perusahaan tersebut adalah
waktu operasi yang terlalu lama. Hasil yang didapat
dari penelitian ini adalah waktu operasi yang lebih
cepat dan output produksi pun meningkat.
Al-saleh (2011) menggunakan peta kerja dan ARENA
software dalam penelitiannya di stasiun inspeksi
kendaraan bermotor. Tools yang digunakan ini mempunyai
peranan dalam mensimulasikan dan memprediksi perubahan
yang diharapkan. Penelitian ini bertujuan untuk
menyelidiki dan mencari solusi alternatif dari masalah
yang ada yaitu lamanya waktu inspeksi di stasiun kerja
pertama dibandingkan stasiun kerja berikutnya. Hasil
9
dari penerapan solusi alternatif adalah meningkatnya
produktivitas dari sebelumnya.
Marzano et al. (2012) melakukan penelitian di
industri kereta api. Pada penelitiannya ini menggunakan
CAD/CAM software dan Method Time Measurement. Melalui
CAD/CAM software dan Method Time Measurement,
penelitian ini dapat merencanakan jalur produksi yang
ergonomis dan mengukur waktu kerja proses perakitan.
Tujuan penelitian ini untuk mensimulasikan dan
menciptakan proses perakitan yang ergonomis.
Yusoff et al. (2012) membahas tentang penelitian
studi kasus di perusahaan manufaktur injeksi kursi
mobil polyurethane. Penelitiannya memanfaatkan metode
kerja dan studi waktu. Hasil dari metode ini adalah
ditemukannya solusi yang efektif dalam proses
produksinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu
kerja menjadi lebih efisien dari sebelumnya.
2.1.2. Penelitian Sekarang
Penelitian yang dilakukan sekarang di PT. Hartono
Istana Teknologi, Kudus adalah penelitian mengenai
rancangan standar prosedur kerja dalam proses perakitan
speaker tower. Metode yang digunakan adalah studi waktu
dan gerakan dengan konsep perbaikan (Barnes,1980) serta
pengukuran waktu Stopwatch Time Study. Bila
dibandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya,
metode yang dilakukan pada penelitian sekarang adalah
studi waktu dan gerakan dengan pengukuran waktu
Stopwatch Time Study. Melalui metode tersebut akan
dilakukan analisis dengan konsep perbaikan melalui peta
kerja setempat serta usulan perbaikan setup. Sedangkan,
10
pada penelitian terdahulu hanya melakukan studi waktu
dan gerakan dengan analisis peta kerja setempat,
software, atau metode 5 S saja.
Perbedaan hasil penelitan antara sekarang dengan
sebelumnya adalah kalau hasil penelitian-penelitian
sebelumnya hanya usulan perbaikan, simulasi dengan
software atau waktu operasi yang lebih cepat.
Sedangkan, hasil dari penelitian sekarang adalah
rancangan standar prosedur kerja, penentuan dan
evaluasi output standar dari proses perakitan speaker
tower.
2.2. Dasar Teori
2.2.1. Sistem Kerja
Menurut Suhardi (2008:87), sistem kerja adalah
suatu sistem yang komponen-komponen kerja, seperti
manusia, mesin, fasilitas kerja, material, lingkungan
fisik yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan
tertentu. Sistem kerja mempunyai peranan yang penting
dalam usaha pencapaian tingkat efektivitas, efisiensi
yang tingggi bagi perusahaan serta aman, sehat, dan
nyaman bagi pekerja. Untuk merancang sistem kerja yang
baik diperlukan suatu teknik tata cara kerja untuk
mengatur komponen-komponen sistem kerja tersebut
sehingga efisiensi kerja yang diharapkan dapat tercapai
(Sutalaksana, 2006).
Kegiatan kerja dalam sistem kerja dikelompokkan
menjadi dua, yaitu kegiatan kerja keseluruhan dan
setempat. Kegiatan kerja keseluruhan adalah kegiatan
kerja dalam suatu sistem kerja yang melibatkan sebagian
besar atau semua fasilitas yang diperlukan untuk
11
membuat produk. Kegiatan kerja setempat adalah suatu
kegiatan yang terjadi dalam suatu stasiun kerja yang
biasanya hanya melibatkan orang dan fasilitas dalam
jumlah terbatas. Analisis kegiatan kerja setempat
menggunakan peta-peta kerja setempat yang didukung
studi gerakan maupun ekonomi gerakan. Analisis kegiatan
kerja keseluruhan menggunakan peta-peta kerja
keseluruhan.
2.2.2. Peta-peta Kerja
Menurut Sutalaksana (2006), peta-peta kerja
merupakan salah satu alat yang sistematis dan jelas,
untuk berkomunikasi secara luas dan sekaligus melalui
peta-peta kerja ini bisa mendapatkan informasiinformasi
yang diperlukan untuk memperbaiki suatu
metode kerja. Peta kerja adalah suatu alat yang
menggambarkan kegiatan kerja secara sistematis dan
jelas. Berdasarkan kegiatannya, peta-peta kerja dibagi
menjadi dua kelompok besar, yaitu:
a. Peta-peta kerja untuk analisis kerja setempat
terdiri dari:
1) Peta tangan kiri dan tangan kanan (man and machine
chart)
2) Peta kerja dan mesin (the left and right chart)
b. Peta-peta kerja untuk analisis kerja keseluruhan
terdiri dari:
1) Peta proses operasi (operation process chart)
2) Peta aliran proses (flow pwocess chart)
3) Peta proses kelompok kerja (gang process chart)
4) Diagram aliran (flow diagram)
12
Lambang-lambang yang digunakan dalam pembuatan
peta kerja yang digunakan menurut ASME ada 5 macam
lambang. Menurut catatan sejarah, peta-peta kerja yang
ada sekarang ini dikembangkan oleh Gilberth. Pada saat
itu, untuk membuat suatu peta kerja, Gilberth
mengusulkan 40 buah lambang yang bisa dipakai. Pada
tahun berikutnya jumlah lambang tersebut disederhanakan
sehingga hanya tinggal 4 macam saja. Namun pada tahun
1947 American Society of Mechanical Engineers (ASME)
membuat standar lambang-lambang yang terdiri atas 5
macam lambang yang merupakan modifikasi dari yang telah
dikembangkan sebelumnya oleh Gilberth. Lambang-lambang
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: (Sutalaksana,
2006)
a.
Operasi
Suatu kegiatan operasi terjadi apabila benda kerja
mengalami perubahan sifat, baik fisik maupun
kimiawi. Mengambil informasi maupun menberikan
informasi pada suatu keadaan juga termasuk operasi.
Operasi merupakan kegiatan yang paling banyak
terjadi dalam suatu mesin atau sistem kerja.
Contohnya:
1) Pekerjaan menyerut kayu dengan mesin serut
2) Pekerjaan mengeraskan logam
3) Pekerjaan merakit
Dalam prakteknya, lambang ini juga bisa digunakan
untuk menyatakan aktivitas administrasi.
b. Pemeriksaan
Suatu kegiatan pemeriksaan terjadi apabila benda
kerja atau peralatan mengalami pemeriksaan baik
13
untuk segi kualitas maupun kuantitas. Lambang ini
digunakan jika kita melakukan pemeriksaan terhadap
suatu objek atau membandingkan objek tertentu dengan
suatu standar. Suatu pemeriksaan tidak menjuruskan
bahan kearah menjadi suatu barang jadi. Contohnya:
1) Mengukur dimensi benda.
2) Memeriksa warna benda.
3) Membaca alat ukur tekanan uap pada suatu mesin
uap.
c. Transportasi
Suatu kegiatan transportasi terjadi apabila benda
kerja, pekerja atau perlengkapan mengalami
perpindahan tempat yang bukan merupakan bagian dari
suatu operasi.
Contohnya:
1) Benda kerja diangkut dari mesin bubut ke mesin
skrap untuk mengalami operasi berikutnya.
2) Suatu objek dipindahkan dari lantai atas lewat
elevator.
Suatu pergerakan yang merupakan bagian dari operasi
atau disebabkan oleh petugas pada tempat bekerja
sewaktu operasi atau pemeriksaan berlangsung,
bukanlah merupakan transportasi, contohnya:
Keramik yang mengalami pemanasan suhu tinggi sambil
bergerak di atas ban berjalan, merupakan kegiatan
operasi. Walaupun keramik tersebut mengalami
perpindahan tempat tetapi perpindahan tersebut
merupakan bagian dari kegiatan pemanasan.
14
d. Menunggu
Proses menunggu terjadi apabila benda kerja, pekerja
ataupun perlengkapan tidak mengalami kegiatan apaapa
selain menunggu (biasanya sebentar). Kejadian
ini menunjukkan bahwa suatu objek ditinggalkan untuk
sementara waktu tanpa pencatatan sampai diperlukan
kembali.
Contohnya:
1) Objek menunggu untuk diproses atau diperiksa.
2) Peti menunggu untuk dibongkar.
3) Bahan menunggu untuk diangkut ke tempat lain.
e. Penyimpanan
Proses penyimpanan terjadi apabila benda kerja di
simpan untuk jangka waktu yang cukup lama. Lambang
ini digunakan untuk menyatakan suatu objek yang
mengalami penyimpanan permanen, yaitu ditahan atau
dilindungi terhadap pengeluaran tanpa izin tertentu.
Contohnya:
1) Dokumen-dokumen atau catatan-catatan disimpan
dalam brankas.
2) Bahan baku disimpan dalam gudang.
Selain kelima lambang standar diatas, kita bisa
menggunakan lambang lain apabila merasa perlu untuk
mencatat suatu aktivitas yang memang terjadi selama
proses berlangsung dan tidak terungkapkan oleh
lambang-lambang tadi. Lambang tersebut ialah:
15
f. Aktivitas gabungan
Kegiatan ini terjadi apabila antara aktivitas
operasi dan pemeriksaan dilakukan bersamaan pada
suatu tempat kerja. Gambar 2.1 merupakan penjelasan
lambang-lambang yang diusulan ASME beserta
contohnya.
16
Gambar 2.1. Lambang-lambang ASME beserta Contohnya
1. Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan
Peta tangan kiri dan tangan kanan merupakan sebuah
peta yang menggambarkan semua gerakan saat bekerja dan
menganggur yang dilakukan oleh tangan kiri dan tangan
kanan, serta menunjukkan perbandingan antara tugas yang
dibebankan pada tangan kiri dan tangan ketika melakukan
suatu pekerjaan. Menurut Sutalaksana (2006), peta ini
mempunyai manfaat untuk menyeimbangkan gerakan antara
tangan kiri dan tangan kanan serta mengurangi
kelelahan, mengurangi atau menghilangkan gerakangerakan
yang tidak produktif sehingga mempersingkat
waktu kerja, alat untuk menganalisis tata letak stasiun
kerja dan alat untuk melatih pekerja baru.
Dalam pembuatan Peta Tangan Kanan dan Tangan Kiri
terdapat beberapa prinsip yang perlu dilakukan, agar
diperoleh peta yang baik dan secara lengkap memberikan
semua informasi tentang pekerjaan yang dipetakan.
Prinsip-prinsip tersebut yang dimaksud antara
lain:(Sutalaksana,2006)
a. Lembar kertas dibagi dalam tiga bagian, antara lain
bagian “kepala”, bagian yang memuat bagan dari
sistem kerja, dan bagian “badan”.
b. Bagian “kepala” berada di baris paling atas ditulis
“PETA TANGAN KANAN – TANGAN KIRI” dan disertakan
identifikasi-identifikasi lainnya (nama pekerjaan,
nama departemen, nomor peta, cara sekarang atau
usulan, nama pembuat peta dan tanggal dipetakan.
c. Pada bagian yang memuat bagan, diGambarkan sketsa
dari sistem kerja yang memperlihatkan skala, sesuai
dengan tempat kerja sebenarnya. Sketsa ini penting
untuk menunjukkan kondisi saat dilakukan studi
terhadap pekerjaan tersebut.
d. Bagian “badan” dibagi menjadi dua yaitu:
1) Sebelah kiri kertas digunakan untuk menggambarkan
kegiatan yang dilakukan tangan kiri pekerja
17
2) Sebelah kanan kertas digunakan untuk menggambarkan
kegiatan yang dilakukan tangan kanan pekerja
e. Tahap berikutnya, diperhatikan urutan-urutan gerakan
yang dilaksanakan operator dan operasi tersebut
diuraikan menjadi elemen-elemen gerakan.
f. Sesudah semua aktivitas tangan kiri dan tangan kanan
selesai dipetakan, maka pada kolom paling bawah
dicatat mengenai ringkasan yang memuat waktu tiap
siklus, jumlah produk yang diselesaikan tiap siklus
dan waktu yang digunakan untuk membuat tiap produk.
Contoh peta tangan kanan dan kiri adalah perakitan
baut-U dengan clamp (Sutalaksana,2006). Pekerjaan ini
dianggap selesai jika tiga buah komponen (Baut-U, mur
dan clamp) sudah menjadi satu dan disimpan ke tempat
penyimpanan. Gambar 2.2 akan menjelaskan peta tangan
kanan dan kiri dari contoh di atas.
18
Gambar 2.2. Contoh Peta Tangan Kanan dan Kiri
19
2. Peta Proses Operasi
Menurut Sutalaksana (2006), Peta Proses Operasi
adalah suatu peta yang menggambarkan langkah-langkah
operasi dan pemeriksaan yang dialami bahan-bahan dalam
urut-urutannya sejak awal sampai menjadi produk jadi
utuh maupun sebagai bagian setengah jadi. Peta ini juga
memuat informasi-informasi yang diperlukan untuk
menganalisis waktu kerja, material, tempat, alat, mesin
yang digunakan. Informasi-informasi yang bisa didapat
dari Peta Proses Operasi antara lain:
a. Bisa mengetahui kebutuhan akan mesin dan biayanya.
b. Bisa memperkirakan kebutuhan akan bahan baku
c. Sebagai alat untuk menentukan tata letak pabrik
d. Sebagai alat untuk melakukan perbaikan cara kerja
yang sedang dipakai
e. Sebagai alat untuk pelatihan kerja
Prinsip-prinsip yang digunakan dalam pembuatan
Peta Proses Operasi agar bisa menggambarnya dengan baik
antara lain: (Sutalaksana, 2006)
a. Pada baris paling atas (bagian “kepala”) ditulis
jelas jenis peta, yaitu “Peta Prose Operasi” yang
diikuti oleh identifikasi lain seperti: nama objek,
nama pembuat peta, tanggal dipetakan, keterangan
dipetakan sekarang atau usulan, nomor peta dan nomor
Gambar.
b. Material yang akan diproses berada di atas garis
horizontal yang sesuai dan menunjukkan ke dalam
urut-urutan tempat material tersebut kemudian
diproses.
c. Lambang-lambang ditempatkan dalam arah vertikal,
dari atas ke bawah sesuai urut-urutan prosesnya.
20
d. Penomoran terhadap suatu kegiatan operasi diberikan
secara berurutan sesuai dengan urutan operasi
terkait.
e. Penomoran terhadap suatu kegiatan pemeriksaan
diberikan secara tersendiri dan prinsipnya sama
dengan penomoran untuk kegiatan operasi.
Pada pembuatan peta ini, bagian produk yang paling
banyak memerlukan operasi, dipetakan terlebih dahulu,
dan dilakukan pada bagian peta sebelah kanan. Ringkasan
yang terdapat pada peta ini mengandung informasiinformasi
seperti: jumlah operasi, jumlah pemeriksaan
dan jumlah waktu yang dibutuhkan. Secara sketsa,
prinsip-prinsip pembuatan Peta Proses Operasi
ditunjukkan pada Gambar 2.3. Contoh Peta Proses Operasi
dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.3. Prinsip Pembuatan Peta Proses Operasi
21
Gambar 2.4. Contoh Peta Proses Operasi Pembuatan Kursi
Kuliah
22
2.2.3. Studi Gerakan
Studi gerakan adalah analisa yang dilakukan
terhadap beberapa gerakan bagian badan pekerja dalam
menyelesaikan pekerjaannya. Melalui studi gerakan ini,
diharapkan agar gerakan-gerakan yang tidak efektif
dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan sehingga akan
diperoleh penghematan dalam waktu kerja. Untuk
memudahkan penganalisaan terhadap gerakan-gerakan yang
dipelajari maka perlu dikenal terlebih dahulu gerakangerakan
dasar. Tokoh yang telah meneliti gerakangerakan
dasar scara mendalam adalah Frank B. Gilbreth
beserta istrinya Lilian Gilbreth. Frank B. Gilbreth
menguraikan gerakan ke dalam 17 gerakan dasar
(Therblig). Sebagaian besar dari Therblig ini merupakan
gerakan-gerakan dasar tangan. Gerakan-gerakan tersebut
antara lain mencari, memilih, memegang, menjangkau,
membawa, memegang untuk memakai, melepas, mengarahkan
sementara, pemeriksaan, merakit, mengurai rakit,
memakai, keterlambatan yang tidak terhindarkan,
keterlambatan yang dapat dihindarkan, merencanakan dan
istirahat. Informasi mengenai gerakan dasar yang
didapat digunakan sebagai bahan analisa untuk menilai
apakah gerakan dasar tersebut memang diperlukan atau
dapat dihilangkan.
2.2.4. Prinsip Ekonomi Gerakan
Menurut Sutalaksana (2006), prinsip-prinsip
ekonomi gerakan dihubungkan dengan tiga hal, yaitu:
a. Prinsip-prinsip ekonomi gerakan dihubungkan dengan
tubuh manusia dan gerakan–gerakannya:
23
1. Kedua tangan sebaiknya memulai dan mengakhiri
gerakan pada saat yang sama.
2. Kedua tangan sebaiknya tidak menganggur pada saat
yang sama kecuali pada waktu istirahat.
3. Gerakan tangan akan lebih mudah jika satu terhadap
lainnya simetris dan berlawanan arah.
4. Gerakan tangan atau badan sebaiknya dihemat.
Gerakan hanya bagian badan yang diperlukan saja
untuk melakukan pekerjaan dengan sebaik-baiknya.
5. Sebaiknya memanfaatkan momentum untuk membantu
gerakan.
6. Gerakan yang patah-patah, banyak perubahan arah
akan memperlambat gerakan tersebut.
7. Gerakan balistik akan lebih cepat, menyenangkan
dan lebih teliti daripada gerakan yang
dikendalikan.
8. Pekerjaan sebaiknya dirancang semudah-mudahnya dan
jika memungkinkan irama kerja harus mengikuti
irama yang alamiah bagi si pekerja.
9. Usahakan sesedikit mungkin gerakan mata.
b. Prinsip-prinsip ekonomi gerakan dihubungkan dengan
pengaturan tata letak tempat kerja:
1. Tempat-tempat tertentu dan tidak dapat dipindah-
pindahkan harus disediakan untuk semua alat dan
bahan sehingga dapat menimbulkan kebiasaan.
2. Letakkan bahan dan peralatan pada jarak yang mudah
dan nyaman dicapai pekerja sehingga mengurangi
usaha untuk mencarinya.
3. Tata letak bahan dan peralatan kerja diatur
sedemikian rupa sehingga memungkinkan urut-urutan
gerakan yang terbaik.
24
4. Mengatur tinggi tempat kerja (mesin, meja kerja
dan lain-lain) sehingga pekerja dapat melaksanakan
kegiatan dengan mudah dan nyaman.
5. Tata letak peralatan dan pencahayaan sebaiknya
diatur sedemikian rupa sehingga dapat membentuk
kondisi yang baik untuk penglihatan.
c. Prinsip-prinsip ekonomi gerakan dihubungkan dengan
desain peralatan kerja digunakan:
1. Kurangi sebanyak mungkin pekerjaan manual jika hal
tersebut dapat dilaksanakan dengan peralatan
kerja.
2. Usahakan menggunakan peralatan kerja yang dapat
dipakai berbagai macam pekerjaan sekaligus baik
yang sejenis maupun berlainan.
3. Siapkan dan letakkan semua peralatan kerja pada
posisi yang tepat dan tetap untuk memudahkan
pemakaian pada saat diperlukan tanpa harus
bersusah payah mencari-cari dulu. Desain peralatan
juga dibuat sedemikian rupa agar memberi
kenyamanan pada saat dipakai.
4. Jika tiap jari melakukan kerja tertentu, misalnya
pekerjaan mengetik maka beban untuk semua jari
harus dibagi seimbang sesuai dengan energi dan
kekuatan masing-masing yang dimiliki.
2.2.5. Strategi Perbaikan
Menurut Barnes (1980), terdapat empat strategi
perbaikan yang dapat dilakukan dalam perbaikan sistem
yaitu eliminasi operasi yang tidak perlu,
kombinasi/menggabungkan operasi, mengubah urutan
operasi dan menyederhanakan operasi yang ada.
25
Strategi dengan eliminasi operasi yang tidak perlu
dimaksudkan:
a. Eliminasi semua kegiatan atau aktivitas yang
memungkinkan, langkah-langkah ataupun gerakangerakan
(dalam hal ini banyak berkaitan dengan
aplikasi anggota badan, kaki, lengan, tangan dan
lainnya).
b. Eliminasi kondisi yang tak beraturan dalam setiap
kegiatan. Letakkan segala fasilitas kerja dan
material atau komponen pada posisi yang tetap. Hal
ini akan bisa membuat gerakan-gerakan kerja yang
otomatis.
c. Eliminasi penggunaan tangan (baik satu ataupun
keduanya) sebagai “holding device”, karena hal ini
merupakan aktivitas tidak produktif yang menyebabkan
kerja kedua tangan tidak seimbang.
d. Eliminasi gerakan-gerakan yang tidak semestinya,
abnormal dan lain-lain. Hindari juga gerakan-gerakan
yang membahayakan dan melanggar prinsip-prinsip
keselamatan atau kesehatan kerja.
e. Eliminasi penggunaan tenaga otot untuk melaksanakan
kegiatan statis atau fixed position. Demikian juga
sebisa mungkin untuk menggunakan tenaga mesin
(mekanis) seperti power tools dan power feeds.
Material handling equipment dan lain-lain untuk
menggantikan tenaga otot.
f. Eliminasi waktu kosong (idle time) atau waktu
menganggur (delay time) dengan membuat
perencanaan/penjadwalan kerja sebaik-baiknya. Waktu
kosong/menganggur bisa ditolelir jika hal tersebut
diperuntukkan secara terencana guna melepas lelah.
26
Strategi kombinasi gerakan atau aktivitas kerja
dimaksudkan :
a. Gantikan atau kombinasikan gerakan-gerakan kerja
yang berlangsung pendek atau terputus-putus dan
cenderung berubah-ubah arahnya dengan sebuah gerakan
yang berkenlanjutan, tidak patah-patah serta
cenderung membentuk kurva.
b. Kombinasikan beberapa aktivitas/fungsi yang mampu
ditangani oleh sebuah peralatan kerja dengan membuat
desain yang “multi purpose”.
c. Distribusikan kegiatan dengan membuat kesimbangan
kerja antara dua tangan. Pola gerakan kerja yang
simultan dan simetris akan memberikan gerakan yang
paling efektif. Jika kegiatan dilakukan secara
kelompok maka diupayakan agar terjadi bebean kerja
yang merata diantara anggota kelompok.
Strategi perbaikan dengan mengubah urutan operasi
adalah mengubah urutan proses dari suatu operasi yang
berbeda dari sebelumnya dengan tujuan memberikan
kemudahan untuk melakukan proses operasi dari seorang
pekerja.
Strategi perbaikan dengan menyederhanakan kegiatan
adalah:
a. Laksanakan setiap aktivitas kerja dengan prinsip
kebutuhan energi otot yang digunakan maksimal.
b. Kurangi kegiatan mencari-cari objek kerja (peralatan
kerja, material, dan lainnya) dengan meletakkannya
dalam tempat yang tetap atau tidak berubah-ubah.
c. Letakkan fasilitas kerja berada dalam jangkauan
tangan yang normal.
27
d. Sesuaikan letak dari gandles, pedals, levers,
buttons dengan memperhatikan dimensi tubuh manusia
(anthropometri) dan kekuatan otot yang dibutuhkan.
2.2.6. Pengukuran Waktu Jam Henti
Pengukuran waktu menggunakan jam henti (stopwatch)
sebagai alat ukur utamanya. Teknik pengukuran jam henti
adalah metode pengukuran waktu yang paling sederhana
karena itu lebih sering digunakan daripada metodemetode
pengukuran waktu lainnya. Langkah-langkah yang
dilakukan sebelum melakukan pengukuran antara
lain:(Sutalaksana, 2006)
a. Penetapan tujuan pengukuran
b. Melakukan penelitian pendahuluan
c. Memilih operator
d. Melatih operator
e. Mengurai pekerjaan atas elemen-elemen pekerjaan
f. Menyiapkan alat-alat pengukuran
Setelah melakukan persiapan untuk pengukuran,
langkah selanjutnya adalah melakukan pengukuran waktu.
Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati pekerja dan
mencatat waktu kerjanya baik setiap elemen ataupun
siklus menggunakan alat-alat yang telah disiapkan. Hal
pertama yang dilakukan adalah pengukuran pendahuluan.
Tujuan melakukan pengukuran pendahuluan adalah untuk
mengetahui berapa kali pengukuran yang harus dilakukan
untuk tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan.
Dalam penelitian ini akan digunakan tingkat ketelitian
5% dan tingkat keyakinan 95%. Berdasarkan tingkat
ketelitian dan keyakinan di atas, hal tersebut
menunjukkan bahwa rata-rata hasil pengukuran memiliki
28
penyimpangan maksimum sebesar 5% dari nilai
sesungguhnya dan kemungkinan berhasil mendapatkan hal
tersebut adalah 95%. Jadi, jika dalam pengukuran
diperoleh rata-rata pengukuran menyimpang sejauh 5%
dari seharusnya hal tersebut diperbolehkan terjadi
hanya dengan kemungkinan sebesar 100% - 95% = 5%
(Sutalaksana, 2006).
Cara mengetahui berapa kali pengukuran yang harus
dilakukan, diperlukan beberapa tahap pengukuran
pendahuluan. Tahap pertama dilakukan dengan melakukan
beberapa buah pengukuran yang banyaknya ditentukan oleh
pengukur. Setelah pengukuran tahap pertama dilakukan,
langkah-langkah yang harus dilakukan berikutnya
adalah:(Sutalaksana, 2006)
a. Membagi data ke dalam beberapa subgroup
Rumus yang digunakan untuk menentukan jumlah
subgroup dapat dilihat pada persamaan 2.1.
k = 1 + 3,3 log N .............(2.1)
Keterangan:
N : jumlah pengamatan
k : jumlah subgroup
b. Menghitung rata-rata subgroup
Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai rata–
rata subgroup dapat dilihat pada persamaan 2.2.
𝑿
=
Keterangan:
𝑋
𝑿𝒊
𝒌
.......................(2.2)
: nilai rata – rata subgroup (detik)
𝛴𝑋
𝑖 : jumlah rerata – rata subgroup (detik)
29
k : banyaknya subgroup
c. Menghitung standar deviasi waktu
Standar deviasi adalah akar kuadrat dari
varians dan menunjukkan standar penyimpangan data
terhadap nilai rata-ratanya. Tingkat penyebaran
data dapat dilihat dari standar deviasi. Standar
deviasi yang semakin kecil menunjukkan tingkat
penyebaran data yang semakin baik. Standar deviasi
berfungsi memperlihatkan pola sebaran data, gap,
dan variasi sebaran antar data. Standar deviasi
juga digunakan untuk membandingkan penyebaran atau
penyimpangan dua kelompok data atau lebih. Apabila
standar deviasinya kecil, maka hal tersebut
menunjukkan nilai sampel dan populasi berkumpul
atau mengelompok di sekitar nilai rata-rata
hitungnya. Artinya karena nilainya hampir sama
dengan nilai rata-rata, maka disimpulkan bahwa
anggota sampel atau populasi mempunyai kesamaan.
Sebaliknya, apabila nilai deviasinya besar, maka
penyebarannya dari nilai tengah juga besar. Hal
tersebut menunjukkan adanya nilai-nilai ekstrem
baik yang tinggi maupun rendah. Standar deviasi
yang besar juga menunjukkan adanya perbedaan jauh
diantara anggota populasi. Oleh sebab itu, standar
deviasi yang tinggi biasanya dipandang kurang baik
bila dibandingkan dengan standar deviasi rendah
(Walpole, 1995).
Rumus yang digunakan untuk menghitung standar
deviasi waktu dapat dilihat pada persamaan 2.3.
𝝈 =
(𝑿𝒊−𝑿
𝑵−𝟏
)
30
𝟐
...............(2.3)
Keterangan:
𝜎 : standar deviasi waktu
Xi : data ke-i
𝑋
: nilai rata – rata subgroup (detik)
N : banyaknya data
d. Menghitung standar deviasi dari distribusi nilai
rata – rata subgroup
Standar deviasi dari distribusi nilai rata–rata
subgroup dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan 2.4.
𝝈
𝑿
Keterangan:
𝜎
𝑋
=
𝝈
𝒏
....................(2.4)
: standar deviasi dari nilai rata–rata
subgroup
𝜎 : standar deviasi waktu
N : banyaknya data setiap subgroup
e. Menghitung nilai Batas Kendali Atas (BKA) dan Batas
Kendali Bawah (BKB) sebagai uji keseragaman data
Rumus untuk menghitung Batas Kendali Atas dan Batas
Kendali Bawah dapat menggunakan persamaan 2.5 dan
2.6 (Kartika Dewa, 1998).
1. Untuk Batas Kendali Atas
BKA = 𝒙
+ 𝑲𝝈
.................(2.5)
2. Untuk Batas Kendali Bawah
BKB = 𝒙
− 𝑲𝝈
𝒙
.................(2.6)
𝒙
31
Keterangan:
𝜎
𝑋
𝑋
: standar deviasi dari nilai rata–rata
subgroup
: nilai rata–rata subgroup (detik)
BKA : Batas Kendali Atas (detik)
BKB : Batas Kendali Bawah (detik)
K = Z
: nilai tingkat keyakinan
Data yang dikatakan seragam berada di antara kedua
batas kendali, dan tidak seragam jika berbeda di
luar batas kendali.
α/2
f. Menguji kecukupan data
Pengujian kecukupan data dimaksudkan untuk
menentukan banyaknya jumlah pengamatan data yang
harus dilakukan. Pengujian ini dilakukan untuk
melihat apakah data yang telah dikumpulkan sudah
cukup atau belum. Bila data yang didapat sudah
cukup, maka perhitungan penelitian dapat
dilanjutkan. Tetapi jika ada data yang didapat
tidak atau belum cukup, maka proses pengambilan dan
pengumpulan data harus dilakukan lagi. Perhitungan
untuk menguji kecukupan data menggunakan persamaan
2.7.
𝑵′ =
Keterangan:
𝑲
𝒔
𝑵
𝑿𝒊
32
𝟐
𝑿𝒊
𝑿𝒊
𝟐
𝟐
.........(2.7)
𝑁′ : jumlah pengukuran yang diperlukan
𝑁 : jumlah pengukuran yang telah dilakukan
K : tingkat keyakinan
s : tingkat ketelitian
Xi : data ke-i
Pengujian kecukupan data dipengaruhi oleh besarnya:
1. Tingkat ketelitian adalah penyimpangan maksimum
dari hasil pengukuran terhadap nilai yang
sebenarnya.
2. Tingkat kepercayaan adalah besarnya keyakinan/
besarnya probabilitas bahwa data yang kita
dapatkan terletak dalam tingkat ketelitian yang
telah ditentukan.
Semakin tinggi tingkat ketelitian (semakin
mendekati 0%) dan semakin besar tingkat kepercayaan
(semakin mendekati 100%) maka jumlah pengukuran
yang harus dilakukan semakin besar, atau jumlah
sampel yang harus diambil semakin besar
(Sutalaksana, 2006).
Nilai tingkat keyakinan dan ketelitian yang
digunakan penulis dalam perhitungan ini adalah K =
2 dan s = 0,05. Nilai tersebut didapat berdasarkan
Tabel 2.1 (Sutalaksana, 2006) dan Gambar 2.5 adalah
kurva normal dari penjelasan Tabel 2.1 secara
visual.
Sumber:fertobhades.files.wordpress.com
Gambar 2.5. Kurva Normal (Tingkat Keyakinan)
33
Tabel 2.1. Nilai Tingkat Keyakinan
No. Tingkat Keyakinan
Nilai
K
1
(1-α) ≤ 68,27% 1
2
68,27% < (1-α) ≤ 95,45% 2
3
95,45% < (1-α) ≤ 99,73% 3
g. Menguji kenormalan data
Untuk menguji kenormalan data, penulis
menggunakan software Minitab 14. Langkah-langkah
menggunakan software tersebut antara lain:
1) Menjalankan software tersebut
2) Isikan data yang diuji ke kolom C1
3) Pilih Stat > Basic Statistics > Normality Test
4) Isikan Ci pada kotak variable dengan cara sorot
lalu select C1 yang ada di kotak dialog
Normality Test
5) Pilih metode yang dipakai (misalnya :
Kolmogorov-Smirnov)
6) Isikan Title (misalnya : Uji Normalitas Data
Waktu Siklus (sekarang))
7) Klik OK
Syarat agar data yang diuji tersebut normal adalah
p-value > α yang telah ditentukan (Iriawan, 2006).
Gambar 2.6 merupakan salah satu contoh uji
normalitas data pada waktu siklus stasiun kerja 1
(sekarang).
34
C
b
d
35
a
g
e
f
36
Gambar 2.6. Langkah Menggunakan Software Minitab 14 untuk
Uji Normalitas
Jika semua data yang didapat telah seragam, cukup
dan normal, maka langkah selanjutnya adalah menghitung
waktu siklus, waktu normal dan waktu baku. Menurut
Sutalaksana (2006), waktu siklus adalah waktu
penyelesaian rata-rata selama pengukuran. Persamaan 2.8
adalah rumus yang digunakan untuk menghitung waktu
siklus.
𝑾𝒔 =
𝑿𝒊
𝑵
.......................(2.8)
Keterangan:
Ws : waktu siklus (detik)
𝑋𝑖 : jumlah waktu siklus (detik)
N : banyaknya data
Waktu normal adalah waktu hasil perkalian antara
waktu siklus dengan faktor penyesuaian. Faktor
penyesuaian diperhitungakan jika pengukur berpendapat
bahwa operator bekerja dengan kecepatan tidak wajar
sehingga hasil perhitungan waktu perlu disesuaikan atau
dinormalkan dulu. Tujuannya adalah untuk mendapatkan
waktu siklus rata-rata yang wajar. Andai kata ada
ketidakwajaran, maka pengukur harus mengetahuinya dan
menilai seberapa jauh hal itu terjadi.
Menurut Sutalaksana (2006), harga P > 1 bila
penelitian berpendapat bahwa operator bekerja diatas
normal atau bekerja cepat. Harga P < 1 bila operator
bekerja dibawah normal atau bekerja lambat. Bila
operator bekerja dengan wajar/normal, maka harga P = 1.
Seorang operator dianggap bekerja wajar/normal jika
operator tersebut dianggap berpengalaman bekerja tanpa
melakukan usaha-usaha berlebihan sepanjang hari kerja,
menguasai cara kerja yang ditetapkan, dan menunjukkan
kesungguhan dalam menjalankan pekerjaannya.
Ketepatan penilaian pengukur akan lebih teliti
jika dia telah cukup berpengalaman bagi jenis pekerjaan
yang sedang diukur. Memang pengalaman banyak menetukan,
karena melalui pengalamanlah mata dan indera lain
terlatih dalam memberikan penilaian. Semakin
berpengalam seorang pengukur, semakin pekalah inderanya
dalam melakukan penyesuaian. Walaupun usaha-usaha
membakukan konsep bekerja wajar telah dilakukan, namun
penyesuaian tetap nampak sebagai sesuatu yang
subjektif. Memang hal inilah yang dipandang sebagai
kelemahan pengukuran waktu dilihat secara alamiah.
Namun, bagaimanapun penyesuaian harus dilakukan karena
37
ketidakwajaran yang menghasilkan ketidaknormalan data
merupakan sesuatu hal yang biasa terjadi. Sehubung
dengan faktor penyesuaian, dikembangkanlahh cara untuk
mendapatkan harga p termasuk cara-cara berusaha
seobjektif mungkin (Sutalaksana, 2006).
Menurut Sutalaksana (2006), beberapa cara
menentukan faktor penyesuaian antara lain:
a. Cara Prosentase
b. Cara Shumard
c. Cara Obyektif
d. Cara Bedaux
e. Cara Sintesa
f. Cara Westinghouse
Cara dalam menentukan faktor penyesuaian yang
digunakan dalam pengukuran waktu kerja penelitian ini
adalah cara Westinghouse, karena menurut Sutalaksana
(2006:167) cara ini dianggap lebih lengkap dibandingkan
dengan cara-cara lainnya. Pada cara Westinghouse ini
kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja ditentukan
dengan empat faktor yaitu ketrampilan, usaha, kondisi
kerja, konsistensi.
Ketrampilan didefinisikan sebagai kemampuan
mengikuti cara kerja yang ditetapkan. Latihan dapat
meningkatkan ketrampilan, tetapi hanya sampai ke
tingkat tertentu saja, tingkat yang merupakan kemampuan
maksimal yang dapat diberikan pekerja yang
bersangkutan. Keterampilan dapat menurun bila telah
terlampau lama tidak menangani pekerjaan tersebut, atau
karena sebab-sebab lain seperti karena kesehatan yang
terganggu, rasa fatique yang berlebihan, pengaruh
lingkungan sosial dan sebagainya. Untuk keperluan
38
penyesuaian keterampilan dibagi menjadi enam kelas
dengan ciri-ciri dari setiap kelas seperti yang
dikemukakan berikut ini (Sutalaksana,2006):
a. Super skill:
1) Secara bawaan cocok sekali dengan pekerjaannya.
2) Bekerja dengan sempurna.
3) Tampak seperti telah terlatih dengan sangat baik.
4) Gerakan-gerakannya halus tetapi sangat cepat
sehingga sulit untuk diikuti.
5) Kadang-kadang terkesan tidak berbeda dengan
gerakan-gerakan mesin.
6) Perpindahan dari satu elemen pekerjaan ke elemen
lainnya tidak terlampau terlihat karena lancarnya.
7) Tidak terkesan adanya gerakan-gerakan berpikir dan
merencana tentang apa yang dikerjakan (sudah
sangat otomatis).
8) Secara umum dapat dikatakan bahwa pekerja yang
ebrsangkutan adalah pekerja yang sangat baik.
b. Excellent skill:
1) Percaya pada diri sendiri.
2) Tampak cocok dengan pekerjaannya.
3) Terlihat telah terlatih baik.
4) Bekerjanya teliti dengan tidak banyak melakukan
pengukuran-pengukuran atau pemeriksaaan lagi.
5) Gerakan-gerakan kerjanya beserta urutan-urutannya
dijalankan tanpa kesalahan.
6) Menggunakan peralatan dengan baik.
7) Bekerjanya cepat tanpa mengorbankan mutu.
8) Bekerjanya cepat tetapi halus.
9) Bekerja berirama dan terkoordinasi.
39
c. Good Skill:
1) Kualitas hasil baik.
2) Bekerjanya tampak lebih baik daripada kebanyakkan
pekerjaan pada umumnya.
3) Dapat member petunjuk-petunjuk pada pekerja lain
yang keterampilannya lebih rendah.
4) Tampak jelas sebagai pekerja yang cakap.
5) Tidak memerlukan banyak pengawasan.
6) Tidak ada keragu-raguan.
7) Bekerja stabil.
8) Gerakan-gerakannya terkoordinasi dengan baik.
9) Gerakan-gerakannya cepat.
d. Average Skill:
1) Tampak adanya kepercayaan pada diri sendiri.
2) Gerakannya cepat tapi tidak lambat.
3) Terlihat adanya pekerjaan-pekerjaan yang
terencana.
4) Tampak sebagai pekerja yang cakap.
5) Gerakan-gerakannya cukup menunjukkan tiadanya
keragu-raguan.
6) Mengkoordinasi tangan dan pikiran dengan cukup
baik.
7) Tampak cukup terlatih dan karenanya mengetahui
seluk-beluk pekerjaannya.
8) Bekerja cukup teliti.
9) Secara keseluruhan cukup memuaskan.
e. Fair Skill:
1) Tampak terlatih tetapi belum cukup baik.
2) Mengenal peralatan dan lingkungan secukupnya.
3) Terlihat adanya perencanaan-perencanaan sebelum
melakukan gerakan.
40
4) Tidak mempunyai kepercayaan diri yang cukup.
5) Tampaknya seperti tidak cocok dengan pekerjaannya
tetapi telah ditempatkan dipekerjaan itu sejak
lama.
6) Mengetahui apa yang dilakukan dan harus dilakukan
tetapi tampak tidak selalu yakin.
7) Sebagian waktu terbuang karena kesalahan-kesalahan
sendiri.
8) Jika tidak bekerja sungguh-sungguh otuputnya akan
sangat rendah.
9) Biasanya tidak ragu-ragu dalam menjalankan
gerakan-gerakannya.
f. Poor Skill:
1) Tidak bisa mengkoordinasikan tangan dan pikiran.
2) Gerakan-gerakannya kaku.
3) Kelihatan ketidakyakinannya pada urutan-urutan
gerakan.
4) Seperti yang tidak terlatih untuk pekerjaan yang
bersangkutan.
5) Tidak terlihat adanya kecocokan dengan
pekerjaannya.
6) Ragu-ragu dalam menjalankan gerakan-gerakan kerja.
7) Sering melakukan kesalahan-kesalahan.
8) Tidak adanya kepercayaan pada diri sendiri.
9) Tidak bisa mengambil inisiatif sendiri.
Secara keseluruhan tampak pada kelas-kelas diatas bahwa
yang membedakan kelas keterampilan seseorang adalah
keragu-raguan, ketelitian gerakan, kepercayaan diri,
koordinasi, irama gerakan, “bekas-bekas” latihan dan
hal-hal lain yang serupa.
41
Usaha didefinisikan sebagai kesungguhan yang
ditunjukkan atau diberikan operator ketika melakukan
pekerjaannya. Berikut ini ada enam kelas usaha dengan
ciri-cirinya, yaitu:
a. Excessive Effort:
1) Kecepatan sangat berlebihan.
2) Usahanya sangat bersungguh-sungguh tetapi dapat
membahayakan kesehatannya.
3) Kecepatan yang ditimbulkannya tidak dapat
dipertahankan sepanjang hari kerja.
b. Excellent Effort:
1) Jelas terlihat kecepatan kerjanya yang tinggi.
2) Gerakan-gerakan lebih “ekonomis” daripada
operator-operator biasa.
3) Penuh perhatian pada pekerjaannya.
4) Banyak member saran.
5) Menerima saran-saran petunjuk dengan senang.
6) Percaya pada kebaikan maksud pengukuran waktu.
7) Tidak bertahan lebih dari beberapa hari.
8) Bangga atas kelebihannya.
9) Gerakan-gerakan yang salah terjadi sangat jarang
sekali.
10) Bekerjanya sangat sistematis.
11) Karena lancarnya, perpindahan dari suatu elemen
ke elemen lain tidak terlihat.
c. Good Effort:
1) Bekerja berirama.
2) Saat-saat menganggur sangat sedikit, bahkan
kadang-kadang tidak ada.
3) Penuh perhatian pada pekerjaannya.
4) Senang pada pekerjaannya.
42
5) Kecepatannya baik dan dapat dipertahankan
sepanjang hari.
6) Percaya pada kebaikan waktu pengukuran waktu.
7) Menerima saran-saran dan petunjuk dengan senang.
8) Dapat memberi saran-saran untuk perbaikan kerja.
9) Tempat kerjanya diatur baik dan rapih.
10) Menggunakan alat-alat yang tepat dengan baik.
11) Memelihara dengan baik kondisi peralatan.
d. Average Effort:
1) Tidak sebaik Good, tetapi lebih baik dari Poor.
2) Bekerja dengna stabil.
3) Menerima saran-saran tapi tidak melaksanakannya.
4) Set up dilaksanakan dengan baik.
5) Melakukan kegiatan-kegiatan terencana.
e. Fair Effort:
1) Saran-saran perbaikan diterima dengan kesal.
2) Kadang-kadang perhatian tidak ditujukan pada
pekerjaan.
3) Kurang sungguh-sungguh.
4) Tidak mengeluarkan tenaga dengan secukupnya.
5) Terjadi sedikit penyimpangan dari cara kerja baku.
6) Alat-alat yang dipakainya tidak selalu yang
terbaik.
7) Terlihat adanya kecenderungan kurang perhatian
pada pekerjaannya.
8) Terlampau hati-hati.
9) Sistematika kerjanya sedang-sedang saja.
10) Gerakan-gerakannya tidak terencana.
f. Poor Effort:
1) Banyak membuang-buang waktu.
2) Tidak memperhatikan adanya minat bekerja.
43
3) Tidak mau menerima saran-saran.
4) Tampak malas dan lambat bekerja.
5) Melakukan gerakan-gerakan yang tidak perlu untuk
mengambil alat-alat dan bahan-bahan.
6) Tempat kerjanya tidak diatur rapi.
7) Tidak perduli pada cocok/baik tidaknya peralatan
yang dipakai.
8) Mengubah-ubah tata letak tempat kerja yang telah
diatur.
9) Set up kerjanya terlihat tidak baik.
Pernyataan di atas terlihat adanya korelasi antara
keterampilan dengan usaha. Dalam prakteknya banyak
terjadi pekerja yang mempunyai keterampilan rendah
bekerja dengan usaha yang lebih sungguh-sungguh sebagai
imbangannya. Kadang-kadang usaha ini begitu besarnya
sehingga tampak berlebihan dan tidak banyak
menghasilkan. Sebaliknya seseorang yang mempunyai
keterampilan tinggi tidak jarang bekerja dengan usaha
yang tidak didukung, tapi bisa menghasilkan kinerja
yang lebih baik. Jadi walaupun hubungan antara “kelas
tinggi” pada keterampilan dengan usaha tampak erat
sebagaimana juga dengan kelas-kelas rendah (misalnya
Excellent dengan Excellent, Fair dengan Fair dan
selanjutnya), kedua faktor ini adalah hal-hal yang
dapat terjadi secara terpisah didalam pelaksanaan
pekerjaan. Karenanya cara Westinghouse memisahkan
faktor keterampilan dari usaha dalam rangka
penyesuaian.
Kondisi kerja didefinisikan sebagai kondisi fisik
lingkungan kerja seperti keadaan cahaya, temperatur dan
kebisingan ruangan. Bila tiga faktor lainnya yaitu
44
keterampilan, usaha, dan konsisten merupakan apa yang
dicerminkan operator, maka kondisi kerja merupakan
sesuatu diluar operator yang diterima apa adanya oleh
operator tanpa banyak kemampuan merubahnya. Hal itu
membuat faktor kondisi sering disebut sebagai faktor
manajemen, karena pihak inilah yang dapat dan berwenang
merubah atau memperbaikinya. Kondisi kerja dibagi
menjadi enam kelas, yaitu :
a. Ideal
b. Excellent
c. Good
d. Average
e. Fair
f. Poor
Kondisi yang Ideal tidak selalu sama bagi setiap
pekerjaan karena berdasarkan karakteristiknya masingmasing
pekerja membutuhkan kondisi Ideal sendirisendiri.
Suatu kondisi yang dianggap baik untuk suatu
pekerjaan dapat saja dirasakan sebagai Fair atau bahkan
Poor bagi pekerjaan yang lain. Pada dasarnya kondisi
Ideal adalah kondisi yang paling cocok untuk pekerjaan
yang berangkutan, yaitu yang memungkinkan kinerja
maksimal dari pekerja. Kondisi Poor adalah kondisi
lingkungan yang tidak membantu jalannya pekerjaan
bahkan sangat menghambat pencapaian performance yang
baik. Sudah tentu suatu pengetahuan tentang keadaan
bagaimana yang disebut Ideal, dan bagaimana pula yang
disebut Poor perlu dimiliki agar penilaian terhadap
kondisi kerja dalam rangka melakukan penyesuaian dapat
dilakukan dengan seteliti mungkin.
45
Konsistensi didefinisikan sebagai kestabilan
pekerja dalam melaksanakan pekerjaan. Faktor
konsistensi (consistency) perlu diperhatikan karena
kenyataannya pada setiap pengukuran waktu angka-angka
yang dicatat tidak pernah semuanya sama, waktu
penyelesaian yang ditunjukkan pekerja selalu berubahubah
dari satu siklus ke siklus lainnya, dari jam ke
jam, bahkan dari hari ke hari. Selama ini masih dalam
batas-batas kewajaran masalah tidak timbul, tetapi jika
variabilitasnya tinggi maka hal tersebut harus
diperhatikan. Sebagaimana halnya dengan faktor-faktor
lain, konsistensi juga dibagi menjadi enam kelas,
yaitu:
a. Perfect
b. Excellent
c. Good
d. Average
e. Fair
f. Poor
Seseorang yang bekerja Perfect adalah yang dapat
bekerja dengan waktu penyelesaian yang boleh dikatakan
tetap dari saat ke saat. Secara teoritis mesin atau
pekerja yang waktunya dikendalikan mesin merupakan
contoh dimana variasi waktu tidak diharapkan terjadi.
Sebaiknya konsistensi yang Poor terjadi bila waktuwaktu
penyelesaian berselisih jauh dari rata-rata.
Konsistensi rata-rata atau Average adalah bila selisih
antara waktu penyelesaian dengan rata-ratanya tidak
besar walaupun ada satu dua yang “letaknya” jauh.
Angka-angka yang diberikan bagi setiap kelas dari keempat
faktor di atas
dapat
dilihat di Lampiran
1.
46
Persamaan 2.9 merupakan rumus untuk menghitung nilai p.
P = 1 + jumlah nilai kondisi ...(2.9)
Persamaan 2.10 adalah rumus untuk menghitung waktu
normal.
Wn = Ws x P ................(2.10)
Keterangan:
Wn : waktu normal (detik)
Ws : waktu siklus (detik)
P : nilai faktor penyesuaian
Waktu baku adalah waktu yang diperlukan secara
wajar oleh seorang pekerja normal untuk menyelesaikan
suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja yang
baik. Persamaan 2.11 adalah rumus untuk menghitung
waktu baku.
Wb = Wn (1+a)................(2.11)
Keterangan:
Wb : waktu baku (detik)
Wn : waktu normal (detik)
a : nilai faktor kelonggaran
Secara umum, kelonggaran diberikan untuk tiga hal
utama yaitu:
a. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi
Misalnya: minum, ke kamar kecil, bercakap-cakap
dengan rekan kerja untuk menghilangkan ketegangan
atau kejenuhan kerja dan sebagainya.
47
b. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa lelah
Rasa lelah dapat dilihat dari menurunnya hasil
produksi, baik jumlah maupun kualitasnya.
c. Kelonggaran untuk keterlambatan yang tidak dapat
dihindari
Misalnya: menerima atau meminta petunjuk, melakukan
penyesuaian-penyesuaian mesin, memperbaiki
kemacetan, hambatan-hambatan lainnya yang tidak
mungkin dihindarikan dan lain sebagainya.
Faktor-faktor kelonggaran tersebut secara rinci dapat
dilihat pada lampiran 2.
Output standar adalah jumlah dalam satuan unit
barang yang dihasilkan per jam dalam suatu proses
operasi. Persamaan 2.12 merupakan rumus yang digunakan
unutk menghitung output standar.
Output standar = 1/waktu baku.................(2.12)
Keterangan:
Waktu baku (per jam)
Output standar (unit/jam)
48
Post a Comment