BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyimpanan memegang peranan penting dalam menjaga kualitas dan kuantitas bahan atau produk. Penyimpanan menjadi fokus utama pada komoditi pertanian, terutama penyipanan sayur dan buah. Komoditi pertanian berupa sayur dan buah merupakan komoditi pertanian yang mempunyai tingkat kadar air yang tinggi yaitu sekitar 75 sampai dengan 95 %.
Bahan pangan holtikultura merupakan hasil pertanian yang mudah layu, rusak dan busuk, sehingga menghasilkan bau yang tidak sedap yang menjadi suatu permasalahan lingkungan Kerusakan yang terjadi pada bahan pangan holtikultra khususnya sayuran seperti kol disebabkan oleh tinggi kadar air yang dimiliki oleh kol, selain itu teknologi pengemasan dan penyimpanan yang kurang baik sehingga kecepatan reaksinya cepat terjadi.
1.2. Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk mengenali penerapan persamaan kecepatan reaksi dan pindah massa dalam pengemasan makanan dan mengevaluasi faktor-faktor yang berpengaruh pada stabilitas produk pangan selama penyimpanan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Buah dan Sayur
Buah dan sayuran sedapat mungkin bisa dihindarkan dari kerusakan fisik baik saat panen maupun dalam proses penanganan pasca panen termasuk dalam proses pengangkutannya. Terjadinya kerusakan fisik dapat memicu terjadinya peningkatan laju penuaan pada buah dan sayuran segar, disamping penampakan fisik buah dan sayuran bersangkutan menjadi jelek sehingga daya jualnya akan menurun (Ariono, 2002).
Buah dan sayur mengandung air sangat banyak antara 80-95% sehingga sangat mudah mengalami kerusakan karena benturan-benturan fisik. Kerusakan fisik dapat terjadi pada seluruh tahapan dari kegiatan sebelum panen, selanjutnya pemanenan, penanganan, grading, pengemasan, transportasi, penyimpanan dan akhirnya sampai ke tangan konsumen. Kerusakan yang umum terjadi adalah memar, terpotong, tusukan-tusukan, bagian yang pecah, lecet dan abrasi. Kerusakan dapat pula tunjukkan oleh dihasilkan stres metabolat (seperti getah), terjadinya perubahan warna coklat dari jaringan rusak, menginduksi produksi gas etilen yang memacu proses kemunduran mutu produk. Kerusakan fisik juga memacu kerusakan baik fisiologis maupun patologis (serangan mikro organisme pembusuk) (Widayati, 1997).
Reaksi pencokelatan enzimatis adalah proses kimia yang terjadi pada sayuran dan buah-buahan yang diakibatkan oleh adanya enzim polifenol oksidase yang membentuk melanin sehingga menyebabkan terbentuknya warna cokelat. Reaksi pembentukan warna cokelat ini merupakan suatu reaksi kimia yang disebut oksidatif enzimatik dengan oksigen sebagai katalisatornya. Jadi reaksi pencokelatan enzimatik ini membutuhkan tiga agen utama yaitu oksigen (dibantu katalis CU+), enzim (polifenolase/ppo) serta komponen fenolik (Zulfahnur, 2009).
Kubis dapat dipertahankan kesegarannya bila disimpan pada suhu 0°C dan kelembaban relatif 98%. Dalam penyimpanannya, hindari penyimpanan bersama dengan buah apel dan pear, karena kedua jenis buah tersebut mengeluarkan etilen yang berefek buruk terhadap kubis (Santoso, 2007).
Kol atau Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak tumbuh di daerah dataran tinggi. Sayuran ini bersifat mudah layu, rusak dan busuk, sehingga menghasilkan limbah (bau) yang menjadi suatu permasalahan lingkungan. Namun, dengan sentuhan teknologi, limbah kubis mampu mendatangkan keuntungan tinggi. Kandungan vitamin, mineral, karbohidrat, protein dan lemak yang terdapat dalam kubis sangat mungkin untuk memanfaatkan limbah kubis tersebut sebagai bahan baku untuk membuat asam laktat (Pracaya, 1994).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1.Waktu Dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilakukan pada hari Kamis, 5 Juni 2014 di Laboratorium Teknik Bioproses Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.
3.2.Alat dan Bahan Praktikum
3.2.1. Alat-alat praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cawan alumunium, timbangan digital, oven, pisau/cutter, stopwatch.
3.2.2. Bahan-bahan praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah kubis, plastikpolyetilene, plastik polypropylene, kertas label.
3.3. Prosedur Kerja
Adapun prosedur yang dilakukan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut:
3.1.1. Untuk pengamatan kol yang dioven
1. Ditimbang cawan petri.
2. Ditimbang kubis 5 gram
3. Dimasukkan kubis 5 gram ke dalam cawan dan dioven pada suhu 60°C.
4. Diamati dan ditimbang kubis 5 gram setiap 30 menit selama 90 menit.
3.1.2. Untuk pengamatan kol yang disimpan
1. Ditimbang kubis dengan berat 100 gram sebanyak 4 buah.
2. Dikemas 2 kubis menggunakan plastik polypropilene kemudian dilubangi plastiknya pada salah satu kubis.
3. Dikemas 2 kubis menggunakan plastik polyetilene kemudian dilubangi plastiknya pada salah satu kubis.
4. Diamati perubahan yang terjadi (berat dan sifat bahan) setiap hari selama 7 hari.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Hasil Pengamatan dapat didownload disini
BAB V
PEMBAHASAN
Kol merupakan tanaman yang hidup pada daerah dingin seperti dataran tinggi. Dalam praktikum ini, praktikan mengalami perubahan fisik yang terjadi pada kol di suhu kamar yang diberi perlakuan tertutup dan terbuka serta penyimpanan kol pada oven. Penyimpanan di dalam oven selama 90 menit dengan perlakuan suhu 600C mengalami penyimpanan tertinggi yaitu kelompok II yaitu sebesar 9,07 dan penyusutan serta bercak terbanyak adalam kelompok III dimana pada hari ke-6 pengamatan diperoleh 10 bercak dan pada hari ke-7 pengamatan sebanyak 18 bercak. Hal ini menandakan bahan kol kelompok III banyak mengalami penguapan, semakin tinggi suhu maka akan semakin tinggi penguapan dan bahan akan semakin rusak.
Penyimpanan pada suhu kamar diberi perlakuan dengan dilubangi dan tidak dilubangi baik itu penyimpanan kol dengan polyethilen maupun polyprophylen. Penyimpanan pada suhu kamar dengan polyethilen yang dilubangi mengalami kerusakan yang cepat dan mengalami terbentuknya bercak. Dimana seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa kol yang ada di dalam plastik gula yang telah dilubangi pada permukaan kol terdapat bercak . karena perlakuan yang dilubangi maka kadar air kol tersebut berkurang sehingga cepat mengalami penyusutan. Hal ini dikarenakan wadah yang terbuka sehingga kol cepat mengalami penguapan dan adanya bercak disebabkan oleh pertumbuhan mikroba yang disebabkan oleh kadar air bebas pada bahan tinggi karena lubang-lubang udara tersebut.
Sedangkan pada penyimpanan suhu kamar dengan polyethilen diberi perlakuan tertutup atau tidak dilubangi, kol mengalami kerusakan yang cukup rendah karena penguapan bahan terhambat oleh plastik, dengan perlakuan yang demikian maka saat terjadi penguapan, air tidak bisa menguap keluar melainkan akan menempel padapolyethilen tersebut sehingga dihasilkan bintik-bintik air pada plastik, sehingga kadar air kol dengan perlakuan tersebut tidak akan cepat hilang sehingga tidak terlalu mengalami penyusutan.
Penyimpanan pada suhu kamar menggunakan polyprophylen dengan perlakuan dilubangi akan menghasilkan bercak pula karena mikroorganisme yang keluar masuk tetap aktif, namun bercak yang ditimbulkan tidak sebanyak bercak pada plastik gula karena pada polyethilen masih mengandung sisa-sisa udara saat pembungkusan, tidak seperti pada poliprophylen yang pembungkusannya langsung menempel pada bahan dan hampa udara.
Kol pada perlakuan dilubangi dan tidak dilubangi menggunakan pembungkuspolyprophylen akan lebih segar dibandingkan dengan kol yang dibungkus olehpolyethilen. Hal ini dikarenakan polyethilen memiliki ukuran yang lebih tebal dibandingkan polyprophylen dan pembungkusan menggunakan plastik gula menyisakan udara sehingga proses metabolism sangat cepat terjadi, khususnya untuk plastik gula dengan perlakuan dilubangi. Dengan cadangan makanan yang masih terdapat di dalam kol, proses metabolisme lebih cepat terjadi jika ditambah dengan adanya udara yang tersisa pada pembungkusan menggunakan plastik gula tersebut dan akan semakin cepat terjadi jika ada udara yang keluar masuk, dimana udara yang keluar masuk membawa mikroba yang menyebabkan terjadinya bercak lebih cepat, sehingga kol lebih cepat busuk.
Terjadinya proses metabolisme yang cepat maka akan membuat kadar air yang dikandung kol akan cepat hilang sehingga penyusutan akan lebih cepat terjadi dikarenakan proses metabolisme karena suhu tinggi dan proses penguapan akan berlangsung cepat sehingga membuat kol mengalami kol penyusutan dengan cepat. Penyimpanan kol sebaiknya tidak dicuci terlebih dahulu agar kadar air bebas tidak bertambah sehingga tidak menyebabkan pertumbuhan mikroba.
Praktikum pendugaan mutu pangan yang telah dilakukan dengan perlakuan yang berbeda membuktikan bahwa perlakuan membungkus dengan plastik yang di beri lubang menyebabkan umur simpan produk lebih rendah jika dibandingkan dengan yang dikemas dengan tanpa diberi lubang. Hal ini disebabkan karena adanya wadah terbuka sehingga lebih cepat mengalami penguapan. Adanya bercak disebabkan karena pertumbuhan mikroba, semakin banyak bercak terjadi karena pertumbuhan mikroba semakin cepat. Sedangkan dengan plastik tertutup Pertumbuhan mikroba terjadi karena adanya udara yang tersisa atau kadar air bebas bahan tinggi.
Perlakuan menggunakan plastik Polypropylen dimana pembungkusan dengan perlakuan diberi lubang umur simpan kol lebih rendah tetapi daya simpannya masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan pembungkusan menggunakan pelastik yang biasa. Hal ini bisa disebabkan karena meskipun perlakuan pembungkusan dengan Polypropylen diberi lubang tetapi udara bebas yang tersisa sangat rendah karena plastik Polypropylen menempel langsung pada bahan sehingga pertumbuhan mikroba juga akan semakin rendah. Sedangkan perlakuan dengan tanpa diberi lubang mengalami daya simpan bahan paling tinggi apabila dibandingkan dengan beberapa perlakuan sebelumnya, karena penguapan bahan terhambat oleh plastik sehingga penyusutan bahan rendah dan udara bebas sangat sedikit karena plastik menempel lansung pada bahan yang akan menghambat pertumbuhan mikroba
Jumlah lubang yang terdapat pada plastik jika dilihat memiliki pengaruh terhadap timbulnya bercak dan pembusukan. Hal ini dapat dilihat pada perlakuan yang diberi lubang menghasilkan daya simpan pada bahan yang lebih rendah dibandingkan tanpa pemberian lubang. Udara akan sangat cepat keluar masuk sehingga mikroba akan berkembang cepat, bercak akan semakin banyak terbentuk sehingga pembusukan kol pun akan semakin cepat yang menyebabkan kualitas bahan pangan menurun. Ini berarti semakin banyak lubang yang terdapat pada plastik maka pembusukan pada kol akan semakin cepat.
Penyimpanan pada kol sebaiknya tidak dicuci terlebih dahulu supaya kadar air bebas tidak bertambah yang dapat menyebabkan semakin banyak pertumbuhan mikroba. Pertumbuhan mikroba menyebabkan bahan hasil pertanian cepat busuk. Untuk menjaga kesegaran serta vitamin kubis, sebaiknya pada saat pengolahan kubis, digunakan secara bertahap yaitu diambil bagian luar hingga bagian dalam. Hal ini bertujuan supaya bentuk kubis yang masih bulat utuh dapat memperlambat penguapan kubis dan juga menghambat pertumbuhan mikroba.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan data hasil pengamatan, perhitungan dan pembahasan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Penyimpanan di dalam oven selama 90 menit dengan suhu 60oC mengalami penyimpanan tertinggi adalah kelompok III sebanyak 9,07.
2. Bercak terbanyak terdapat pada kelompok III yaitu pada pengamatan ke-6 dan kr-7 berturut-turut adalah 10 dan 18 bercak.
3. Penyimpanan pada suhu kamar dengan plastik yang dilubangi mengalami kerusakan yang cepat karena memicu pertumbuhan mikroba.
4. Kol untuk bahan praktikum kelompok I pada hari ke-7 mengalami pembusukkan.
5. Penyusutan terjadi karna adanya penguraian air yang terkandung pada bahan yang disebabkan terjadinya penguapan.
6.2. Saran
Penjelasan Co. Asst cukup jelas, hanya saja dalam pembibingan pengamatannya kurang.
DAFTAR PUSTAKA
Ariono, 2002. Hortikultura. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Widayati, Eti, 1997. Penanganan dan Pengolahan Sayuran Segar. Penebar Swadaya. Jakarta
Santoso, Bambang, 2007. Penanganan Pasca Panen Sayur. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Pracaya, 1994. Kol Alias Kubis. Penebar Swadaya. Jakarta
Post a Comment