“Konversi Sampah Organik MenjadiKomarasca (Kompos-Arang Aktif-Asap Cair) dan Aplikasinya pada Tanaman Daun Dewa”.
“Konversi Sampah Organik MenjadiKomarasca (Kompos-Arang
Aktif-Asap Cair) dan Aplikasinya pada Tanaman Daun
Dewa”.
Masalah
sampah perkotaan merupakan masalah yang selalu hangat dibicarakan, baik di
Indonesia maupun di kota-kota lain di dunia, karena hampir semua kota menghadapi
masalah persampahan. Meningkatnya aktivitas pembangunan kota, pertambahan
penduduk, tingkat aktivitas dan tingkat sosial ekonomi masyarakat, menimbulkan
terjadinya peningkatan jumlah (volume) timbunan sampah dari hari ke hari. Di
pihak lain, sarana dan prasarana pemerintah yang terbatas akan menambah permasalahan
sampah yang semakin luas dan kompleks. Menurut Wahyono (2004), sampah telah
menjadi masalah besar di Indonesia. Hingga tahun 2020 mendatang, volume sampah
perkotaan diperkirakan akan meningkat lima kali lipat. Pada tahun 1995 saja,
setiap penduduk Indonesia menghasilkan sampah rata-rata sebanyak 0,8 kg per
kapita per hari, dan meningkat menjadi 1 kg per kapita per hari pada tahun
2000. Maka pada tahun 2020, diperkirakan produk sampah mencapai 2,1 kg per
kapita per hari. Jumlah timbunan sampah yang semakin lama semakin meningkat
seiring dengan pertambahan jumlah penduduk memerlukan penanganan yang
terpadu. Penanganan sampah di Indonesia
hingga saat ini belum memberikan hasil yangmemuaskan. Hampir semua kota masih
menerapkan pola konvensional dalampenanganan sampah, yaitu pewadahan,
pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan.Di samping itu, ada juga yang sudah
mengusahakan penanganan sebagian sampahsecara pengomposan di tempat pembuangan
akhir (TPA) dan sebagian lainnya dibakardengan incinerator. Sistem penanganan
tersebut ternyata bukan solusi yang tepat untukmenangani sampah yang kian hari
volumenya terus meningkat. Hal ini disebabkan antara lain, 1)tingginya biaya
angkut/transportasi dari sumber sampah ke lokasipembuangan di TPA; 2) TPA akan
cepat penuh dan kesulitan mencari lahanpenggantinya diperkotaan; 3) TPA
menyebabkan pencemaran lingkungan (air, udara,tanah) dan tempat
berkembangbiaknya hama penyakit; dan 4) kebersihan dan keindahan di sekitar
lingkungan TPA akan menjadi berkurang. Pengelolaan sampah yang dapat menjadi
solusi terbaik saat ini adalah menerapkan sistem pengelolaan sampah secara
terpadu berbasis “zero waste” dengan melibatkan masyarakat (BPPT 1999;
Wibowo & Djajawinata 2003). Sistem inimerupakan kombinasi pengolahan
dan/atau penanganan dengan cara daur ulang, pengomposan, pengarangan, dan
pembuangan produk akhir yang aman bagi lingkungan. Pendekatan ini merupakan
salah satu upaya minimisasi sampah dengan menerapkan prinsip mengurangi (reduce),
memanfaatkan kembali (reuse), dan mendaur ulang (recycle), yang
dimulai dari sumbernya (Setiawan 2001). Di
Indonesia, sampah pada umumnya berupa sampah anorganik dan organik. Sampah
anorganik antara lain logam-logam, dan kaca. Sampah ini umumnya tidak menjadi
bahagian dari sampah pasar lagi, karena diambil oleh pemulung untuk dijual
kepada lapak. Sedangkan sebagian besar sampah organik belum dimanfaatkan secara
optimal atau dibiarkan begitu saja. Sampah organik terdiri atas bahan penyusun tumbuhan
dan hewan, baik yang diambil dari alam ataupun dihasilkan dari kegiatan pertanian,
perikanan dan lain-lain (Murtadho & Sa’id 1988). Hingga saat ini, sampah organik masih
menimbulkan permasalahan yang sangat serius dalam pengelolaan sampah di
perkotaan. Penanganan sampah organik yang diperkirakan dapat menjadi alternatif
solusi terbaik, yaitu dengan cara konversinya menjadi kompos dengan cara pengomposan,
dan sampah organik yang sukar dikomposkan dikonversi menjadi arang dan asap
cair dengan cara pirolisis. Sebahagian besar
komponen sampah organik dapat ditangani dengan cara pengomposan. Menurut
Indriani (2005), pengomposan merupakan penguraian bahan
organik
secara biologi dalam temperatur termofilik dengan hasil akhir berupa kompos yang cukup bagus untuk menyuburkan tanaman
dan tidak merugikan lingkungan. Pengomposan sangat tepat dan efektif dilakukan
pada sampah organik lunak, seperti
sayur-sayuran,
dedaunan dan buangan warung-warung/restoran. Cara pengomposan
yang tepat
dapat mengurangi volume timbunan sampah organik di perkotaan, sehingga dapat
menghemat lahan TPA sampah. Di samping itu, jika produk kompos yang dihasilkan
berkualitas baik, secara ekonomi akan memberi nilai tambah. Proses
pengomposan dapat dipercepat dengan menambahkan bahan aktif yang mengandung
berbagai mikroorganisme yang disebut biodekomposer. Menurut Yuwono (2006)
biodekomposer adalah bahan bioaktif yang mampu mendegradasi bahan organic secara
cepat. Beberapa biodekomposer yang sudah beredar, yaitu EM-4, Starbio, Orgadec,
Fix plus, Harmony, dan lain-lain. Biodekomposer yang sudah terbukti
mampumendegradasi bahan organik secara cepat, yaitu cairan EM-4 dan serbuk Orgadec
(Komarayati & Indrawati 2003; Indriani 2005), dan cairan Biodek (Saraswati
2005). Dewasa ini, berkembangnya sistem pertanian organik memberi peluang pasar
bagi produk kompos. Sistem pertanian organik menggunakan pupuk organik seperti pupuk
kandang dan kompos sebagai substitusi pupuk anorganik (pupuk buatan). Oleh karena
itu, usaha pengomposan sangat berpotensi untuk dikembangkan, terutama jika dilihat
dari tersedianya bahan baku yang melimpah dan teknologi pengomposannyapun relatif
sederhana, serta biaya produksi yang diperlukan tergolong murah karena tidak membutuhkan
jumlah tenaga yang banyak. Dengan demikian, kegiatan ini akan mendatangkan
keuntungan yang memadai. Di pihak lain, komponen sampah organik padat seperti
kayu, bambu, dedaunan, kertas, dan kulit
buah-buahan termasuk bahan organik yang sukar dikomposkan,sehingga penanganan
jenis sampah ini akan efektif dan tepat bila ditangani dengan carapirolisis
(pengarangan). Pirolisis merupakan proses dekomposisi bahan yangmengandung
karbon, baik yang berasal dari tumbuhan, hewan maupun barang
tambangmenghasilkan arang (karbon) dan asap yang dapat dikondensasi menjadidestilat
(asapcair) (Paris et al. 2005). Menurut Demirbas (2005), umumnyaproses
pirolisis dapatberlangsung pada suhu di atas 300 oC dalam waktu 4-7 jam. Namun
keadaan ini sangatbergantung pada bahan baku dan cara pembuatannya (Qadeer
& Akhtar 2005; Machidaet al. 2005). Pirolisis sampahmenjadi arang
sangat menguntungkan, terutama dalamrangka menekan volume timbunannya di
perkotaan. Arang yang dihasilkan sangatbermanfaat sebagai sumber energi/bahan
bakar (Matsuzawa et al 2007), selain itu jugadapat dimanfaatkan sebagai
pembangun kesuburan tanah (Gusmailina & Pari 2002). Arang dapat ditingkatkan mutu dan nilainya
dengan cara aktivasi menjadi arangaktif. Arang aktif mempunyai spektrum
penggunaan yang cukup luas dalam kehidupanmanusia, antara lain sebagai adsorben
(Guo et al. 2007; Figueroa-Torres et al. 2007;Klose & Rincon
2007), katalis (Gheek et al. 2007; Zawadzki & Wisniewski 2007),
danproduk ini juga tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan.
Pemanfaatanarang aktif selain sebagai adsorben dan katalis, saat ini juga
sedang dikembangkansebagai soil conditioner pada budidaya tanaman
holtikultura (Gusmailina et al. 2001;Smith et al.2004).
Akhir-akhir ini, beberapa peneliti melaporkan pemanfaatan arang/arang aktifpada
tanaman akan memberikan hasil yang cukup baik, apabila penggunaannyadicampur
dengan kompos. Hasil penelitian tersebut, antara lainmeningkatkanpertambahan
tinggi tanaman sebesar 4,8 kali pada penggunaan media arang aktifbambu yang
dicampur dengan kompos, sedangkan jika tidak dicampur dengan komposhanya
meningkat sebesar 1,7 kali (Gusmailina et al. 2001), pemberian arang
kompossebesar 30% dari berat total media dapat meningkatkan pertambahan tinggi
1 kali,diameter 2 kali, panjang akar 1,5-2,6 kali dan berat kering anakan Pinus
merkusii 4,66,0kali lebih besar dari kontrol (Komarayatietal.2003).
Selanjutnya HernandezApaolazaet al. (2005), melaporkan beberapa material
sampah, seperti campuran kulitkayu cemara, serabut kelapa dan kompos dapat meningkatkan produksi tanaman hias.Penggunaan
arang kompos juga dapat mencegah pembusukan akar tanaman melon(Nischwitz et
al. 2002). Pada proses pengarangan sampah organik, selain menghasilkan
arang jugadihasilkan asap yang dapat dikondensasi menjadi asap cair (destilat).
Kondensasi asapbertujuan untuk mencegah pencemaran udara akibat proses
tersebut. Beberapa penelititelah melaporkan bahwa asap cair mengandung sejumlah
senyawa kimia yangberpotensi antara lain sebagai zat pengawet (Chacha et al.
2005; Nurhayati 2000),flavour (Morales et al. 2004), antioksidan (Su
& Silva 2006; Davalos et al. 2005),desinfektan dan pestisida
(Nurhayati 2000), fuel oil (Shen & Zhang 2005), dan bio-oil(Demirbas et
al. 2006).
Berdasarkan
hasil penelusuran literatur yang telah penulis laksanakan, belumditemukan
publikasi tentang pembuatan arang dan/atau arang aktif serta asapcair daribahan
baku sampah organik. Literatur tentang metode pengomposan yang
dapatmenghasilkan kompos matang dalam waktu relatif cepat juga masih terbatas.
Demikianjuga halnya tentang penggunaan produk komarasca berupa campuran
kompos danarang aktif sebagai soil conditioner serta asap cair sebagai
antifeedant yang aman bagikeanekaragaman hayati dan kelestarian lingkungan,
yang bersumber dari bahan bakusampah organik belum banyak diteliti atau
dipublikasi. Pemanfaatan komarasca
dalam bidang pertanian untuk meningkatkankesuburan dan kesehatan tanaman sangat
menguntungkan. Hal ini disebabkan karenakomarasca selain mengandung
komponen unsur hara yang dibutuhkan tanaman,jugamengandung karbon aktif yang
dapat menyimpan air lebih lama dan menyerap berbagai macam komponen larut air.
Di samping itu, asap cair yang dikandungnyadiharapkan bermanfaat sebagai
antifeedant terhadap hama. Jadi penggunaan komarascapada budidaya
tanaman akan memberi banyak manfaat terutama untuk mendapatkantanaman yang aman
dikonsumsi. Penggunaan komarasca
sangat baik diterapkan padabudidaya tanaman obat-obatan. Hal ini didasari atas
pertimbangan bahwa tanaman obatsaat ini berkembang cukup pesat, seiring
meningkatnya penggunaan obat bahan alamioleh sebagian masyarakat, dan untuk itu
tanaman ini harus tumbuh subur serta bebasdari pestisida sintetik. Salah satu tanaman obat yang cukup populer
saat ini adalah tanaman daundewa. Tanaman ini mempunyai nama ilmiah Gynura
pseudochina (Lour) DC. yangdiketahui mempunyai beberapa aktivitas biologi,
antara lain sebagai antialergi,bronkhitis, batu ginjal, antitumor, kencing
manis (Zhang & Tang 2000), dan ekstraketanolnya dapat melawan infeksi virus
herpes (Jiratchariyakul et al. 2001). Beberapasenyawa aktif yang
dikandung tanaman ini antara lain flavonoid, saponin, terpenoid,tanin, dan
alkaloid (Wijayakusumah et al. 1992; Siregar & Utami 2002). Di
sampingitu, tanaman ini juga termasuk salah satu jenis tanaman yang rentan
terhadap seranganhama, baik pada umbi maupun daunnya (Winarto et al.
2003). Oleh karena itu, untukmeningkatkan kesuburan dan kesehatan tanaman ini,
perlu diberi pupuk dan pengendalihama yang aman. Salah satu alternatifnya
adalah dengan menggunakan komarascahasil konversi sampah organik.
Untuk
menjawab permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka serangkaianpenelitian
ilmiah dilakukan yang berjudul “Konversi Sampah Organik Menjadi Komarasca
(Kompos-Arang Aktif-Asap Cair) dan Aplikasinya pada Tanaman Daun Dewa”.
Post a Comment