PEMBUATAN MEDIA
ACARA V
“PEMBUATAN MEDIA”
sumber foto = wisudaunib.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Media kultur jaringan merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan
tingkat keberhasilan paebanyakan tanaman secara invitro, dalam hal ini adalah
kultur jaringan. Berbagai formulasi atau komposisi media tanam telah banyak
ditemukan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang
dikulturkan.
Dari sekian banyak permasalahan
yang harus diteliti dan diperhatikan, komposisi media bagi pertumbuhan eksplan
adalah yang paling banyak diteliti dan sangat besar pengaruhnya terhadap
pertumbuhan dan perkembangan eksplan serta bibit yang dihasilkannya. Oleh
karena itu, macam – macam media kultur jaringan telah ditemukan sehingga
jumlahnya cukup banyak. Media tumbuh untuk eksplan berisi kualitatif komponen
bahan kimia yang hamper sama , hanya agak berbeda dalam besarnya kadar untuk
tiap – tiap persenyawaan. Medium yang digunakan untuk alas makan mengandung
garam – garam mineral yang terdiri dari unsure – unsure makro dan mikro, sumber
karbon, vitamin, asam – asam amino, zpt, bahan organic kompleks dan sebagainya.
Pembuatan media kultur pada
prinsipnya dilakukan dengan cara melerutkan semua komponen media di dalam air
sesuai dengan konsentrasi masing-masing formulasi media yang digunakan. Kelengkapan
komponen penyusun dan tingkat sterilitas media sangat berpangaruh terhadap
penggunaan media dalam proses pengkulturan nantinya.
Melihat peranan penting dari media kultur, maka melaui praktikum ini
dilakukan pembuatan media kultur secar baik dan benar sesuai dengan prosedur
yang ada.
1.2 Tujuan
Ø
Agar mahasiswa terampil dalam membuat media
kultur
Ø
Agar mahasiswa dapat membuat media kultur
sendiri untuk praktikum yang sedang dilakukan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kultur in vitro atau
kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman
seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan dan organ, serta
menumbuhkannya dalam kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat
memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali. Kultur
jaringan memiliki beberapa tujuan, diantaranya menciptakan tanaman baru bebas
penyakit, memperbanyak tanaman yang sukar diperbanyak secara seksual, dan
menghasilkan tanaman baru sepanjang tahun.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan dalam kultur
in vitro, diantaranya: faktor genetik, media tumbuh, faktor lingkungan, dan zat
pengatur tumbuh.
Menurut Wattimena (1992) zat pengatur tumbuh (ZPT) di dalam tanaman
mengatur pertumbuhan dan perkembangan tanaman pada setiap tingkat pertumbuhan
dan perkembangan. Di dalam tanaman terdapat fitohormon yang mendorong
pertumbuhan dan perkembangan, serta fitohormon yang menghambat. ZPT akan
bekerja secara aditif (sinergis) dengan fitohormon (pendorong) atau antagonis
dengan fitohormon yang menghambat. Resultan
dari interaksi ini akan tampil dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Menurut Gunawan (1992) tanaman pada kultur jaringan tidak dapat menghasilkan
karbohidrat sendiri dalam jumlah cukup sehingga perlu diberikan sumber energi
karbon dalam media.
Media yang digunakan untuk pengumbian
adalah satu macam media (padat atau cair) dan dua macam media (padat-cair atau
cair-cair, yang dianjurkan adalah sistem cair-cair. Hasil penelitian Wattimena
(1983) menunjukkan bahwa media cair untuk pengumbian secara in vitro akan
menghasilkan umbi dengan ukuran, bobot basah, dan persentase bahan kering yang
lebih tinggi daripada penggunaan media padat.
Dalam prosesnya, keberhasilan kultur
jaringan selain dikarenakan oleh kondisi lingkungan yang terkendali juga ditentikan oleh media
kultur. Media kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan. Media
kultur merupakan komponen faktor lingkungan
yang menyediakan unsure pertumbuhan tanaman seperti unsure hara makro,
unsure hara mikro, karbohidrat, vitamin dan zat pengatur tumbuh, param-garam
organic, persenyawaan komplek alamiah, arang aktif dan bahan pemadat (George
and Sherington, 1984).
Ketersediaan media kultur dalam kaitannya
dengan kultur jaringan terdapat dalam berbagi bentuk dan formulasi, hal ini
dimaksudkan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang
dikulturkan. Media kultur secara fisik dapat dibedakan menjadi media cair dan
media padat., pada media pemadat menggunakan bahan pemadat berupa agar. Adapun
berbagai formulasi media kultur antara lain : Knudson, Heller, Nitsch dan
Nisch, Gambong dan MS (Murashige and Skoog).
Media kultur yang biasa digunakan adalah
media dengan formulasi Murashige and Skoog (MS). Media MS merupakan media dasar
yang mempunyai formulasi yang sangat lengkap. Komposisi media MS ini pada
umumnya dapat digunakan pada hampir semua jenis tanaman (Wattimena,1992).
Media invitro yang biasa digunakan biasa
berupa media padat sebab memiliki beberapa keuntungan antara lain:
- Penggunaan eksplan terkecil akan lebih muda terlihat
- Eksplan
berad di atas permukaan media sehingga tidak perlu memerlukan alat Bantu
untuk aerasi
- Tunas dan akar akn lebih muda tumbuh pada media yang diam. (George and Sherington,1984)
Namun pada media cair juga terdapat
beberapa keuntungan yang tidak dimiliki pada media padat yaitu antara lain :
- Tidak memerlukan tambahan bahan pemadat
- Tepat untuk proses kultur protoplasma maupun kultur sel
3.Eksudat yang dikeluarkan oleh
eksplan tidak terakumulasi disekitar eksplan
- Kontak ekslan dengan media lebih besar (George and Sherington, 1984)
Adapun komponen-komponen penyusun media kultur
antara lain :
1. Air destilata
Air destilata merupakan air
bebas ion yang berfungsi sebagai pelarut atau solven. Air pada media kultur
merupakan komponen utama yaitu berkisar sekitar 95%.
2. Hara makro dan hara mikro
Kebutuhan nutrisi mineral
untuk tanaman yang dikulturkan secara invitro pada dasarnya sama dengan
kebutuhan hara tanaman yang tumnuh di tanah yaitu meliputi hara makro dan hara
mikro. Unsur hara pada kultur jaringan biasanya berbentuk garam-garam yang biasanya
dilarutkan terlebih dahulu. Khusus untuk Fe biasanya diberikan dalam bentuk
FeSO4, dibutuhkan agen pengkhelat yang berupa Na2EDTA.
3. Gula
Gula digunakan sebagi sumber energi oleh eksplan untuk
dapat tumbuh di dalam media kultur sebab pada media kultur ekspaln mempunyai
laju fotosintesis yang rendah sehingga energi yang dihasilkan sedikit. Gula
yang paling sring digunakan sebagi komponen media kultur dalah sukrosa.
4.Vitamin dan bahan organik lain
Vitamin, asam amino dan bahan organic lain seperti myo inositol
merupakan komponen media yang berpengaruh baik terhadap pertumbuhan kultur.
Kelompok vitamin yang sering digunakan dalah dari golongan vitamin B yaitu
Thiamin-HCL (B1), Pyrodoxin-HCL (B6), ASAN Nikotinat dan Riboflavin (B2).
5. Bahan-bahan suplemen alami
Bahan-bahan suplemen alami seperti jus tomat, jus
jeruk, air kelapa, ekstrak malt, ekstrak ragi, kentang dan bubur pisang
kadang-kadang digunakan sebagai penambah media terutama jika zat-zat yang suda
teridentifikasi belum dirasa cukup untuk pertumbuhan eksplan.
6. Zat pengatur tumbuh (ZPT)
Salah satu komponen yang juga menentukan keberhasilan kultur jaringan
adalah jenis dan konsentrasi ZPT yang digunakan Jenis dan konsentrasi ZPT yang
digunakan tergantung pada tujuan dan tahap pengkulturan. Pengakulturan untuk
merangsang pembentukan akar biasanya menggunakan ZPT Auksin. Jenis auksi yang
sering digunakan adalah IBA dan NAA.
7. Bahan pemadat
Pemadat diguanakan untuk media kultur dalam bentuk padat. Pemadat yang
sering digunakan adalah agar. Agar
adalah campuran dari berbagi polisakarida dan galaktosa yang diekstrak dari
ganggang laut (Nugroho, 1997).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Bahan dan Alat
1. Stok media MS untuk 1 liter 8.
Alumunium foil 1 gulung
2. Sukrosa 20 g 9. Agar 10 g
3. Thyamin-HCL 0.5 g 10.
Aquades 10 L
4. Piridoxin-HCL 0.5 g 11. Larutan HCL
5. Myo inositol 2 g 12. Larutan
NAOH
6. ZPT Auksin 0.5 g 13.
Tissue gulung 1 gulung
7. Sitokinin 0.5 g
3.2 Cara Kerja
1.
Menyediakan Beacker glass volume 500 ml sebanyak 2 buah, volume 1500 ml
sebanyak 1 buah dan labu ukur volume 1 liter 1 buah.
2. Menyediakan aquades sebanyak 2 Liter.
3. Menimbang sukrosa sebanyak 20 g
4. Menimbang agar sebanyak 8 g
5. Menyiapkan pipet hisap 0.5 ml sebanyak 1 buah
6. Menyiapkan pipet hisap 5 ml sebanyak 1 buah
7. Menyiapkan bola hisap 2 buah
8. Menyiapkan kertas tissue gulung 2 buah
9. Menyiapkan alumunium foi 1 gulung, lalu dilakukan
pengguntingan berbentuk bujur sangkar sesuai dengan ukuran botol kultur
10. Menderetkan stok media berdasarkan urutan (A, B,
C, D, E, F, G), proses penambahan ZPT dibantu oleh co-asisten
11. Memipet stok media dengan pipet hisap yang dmulai
dari stok A, B, dst sesuai dengan kepekatan yang dibuat, memasukkan larutan
stok tersebut ke dalam beacker glass yang telah disediakan (setiap kai
memindahkan larutan stok, pipet dicuci dengan aquades dan dikeringkan dengan
menggunakan tissue)
12. Melakukan pekerjaan pada point 11, sehingga semua
larutan stok terambil. Untuk penambahan ZPT dibantu oleh co-asisten
13. Menambahkan aquades 600 ml setelah semua selesai
pada beacker glass yang telah memuat semua bahan nutrisi, kemudian melakukan
pengadukan dengan menggunakan magnetic stearer hingga larut. Menambahkan sukrosa sambil terus diaduk . Untuk
mempercepat kelarutan sukrosa maka dilakukan penambahan aquades hingga volume
larutan mencapai 800 ml. Jika larutan sudah benar-benar homogen maka dilakukan
pemindahan larutab ke dalam labu ukur volume 1 liter., Selanjutnya tepatkan
volumenya hingga tepat 1 liter dengan menambahkan aquades secara
perlahan-lahan.
14.
Memindahkan larutan media dari labu ukur ke dalam beacker glass volume 1500 ml.
kemudian menetapkan ph dengan kisara 5.8-6.0 dengan menambahkan HCL atau NAOH,
selanjutnya memanaskan dengan menggunakan hot plate magnetic stearer sambil
dilakukan penambhan agar
15. Menjelang titik didih tercapai (Larutan berwarna
bening dengan sedikit gelembung) pemanasan dihentikan.
16. Memindahkan larutan media ke dalam botol kultur
dengan menggunakan dispenser sesuai denhan volume yang dibutuhkan, selanjutnya
menutup botol kultur dengan alumunium foil.
17.
Melakukan sterilisasi media di dalam botol kultur dengan menggunakan autoclave
pada suhu 121 derjat celcius selam 15 menit
18. Memindahkan botol kultur ke dalam ruang transfer,
setelah 1 minggu media kultur dapat digunakan untuk penanaman.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Larutan
stok
|
Kebutuhan
untuk media ms
|
A
|
20
ml
|
B
|
20
ml
|
C
|
10
ml
|
D
|
10
ml
|
E
|
5
ml
|
F
|
2
ml
|
G
|
10
ml
|
H
|
1
ml
|
Myo
Inositol
|
10
ml
|
NAA
|
3
ppm
|
BAP
|
5
ppm
|
Agar
|
8
g
|
4.1 Pembahasan
Keberhasilan dalam penggunaan
metode kultur jaringan, sangat bergantung pada media yang digunakan. Media
kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan. Media kultur merupakan
komponen faktor lingkungan yang menyediakan
unsure pertumbuhan tanaman seperti unsure hara makro, unsure hara mikro,
karbohidrat, vitamin dan zat pengatur tumbuh, param-garam organic, persenyawaan
komplek alamiah, arang aktif dan bahan pemadat. Pada parakikum ini media kultur
yang dibuat yaitu dalam bentuk padat dengan formulsi Murashige dan Skoog.
Pembuatan media kultur dilakukan dengan cara memipet larutan stok yang
sebelumnya sudah dibuat dan disimpan di lemari pendingin. Larutan stok tersebut
dipipet sesuai dengan hasil pencarian (pada 4.2 Perhitungan) dengan menggunakan
rumus pengenceran kemudian diencerkan (yang sebelumnya terlebih dahulu telah
dideretkan di atas meja secara berurutan mulai dari larutan stok A-H) ke dalam
gelas piala berukuran 1L. Pemipetan dilakukan secara berurutan untuk
menghindari terjadi reaksi kimia antar larutan yang dapat menyebabkan penurunan
atau degradasi maupun reaksi penggaraman yang akan berakibat pada
ketidaktersediaa unsur tumbuh untuk petumbuhan eksplan. Konsentrasi larutan
yang digunakan sesuai dengan konsentrasi pada formulasi media MS. Larutan yang
telah berada didalam beacker gelas kemudian diencerkan dengan ditambah air
sebanyak 800 ml dulu dan sukrosa sebanyak 20 g. Gula berfungsi ganda di dalam media yaitu berfungsi sebagai sumber energi,
dan sebagai penyeimbang tekanan osmotik media. Kemudian dipanaskan
dengan menggunakan hot plate magnetic stearer. Hal tersebut dilakukan supaya
sukrosa cepat larut. Setelah sukrosa larut kemudian larutan tersebut baru
ditambahkan air sampai volumenya menjadi 1 L, pemanasan tetap terus dilakukan.
Kemudian kita mengukur pH larutan menggunakan pH meter. pH larutan yang
dianjurkan adalah berkisar anatara 5,8-6,0. Apabila pH larutan di bawah 5,8
maka dilakukan penambahan NaOH setetes demi setetes sampai pH naik sekitar 5.8.
Apabila pH di atas 6.0 maka dilakukan penambahan KCl setetes demi setetes
sampai pH turun pada kisaran tersebut. Sel-sel tanaman membutuhkan pH yang
sedikit asam berkisar antara 5.5-5.8. Sekalipun media sudah ditetapkan,
seringkali setelah sterilisasi pH-nya berubah.
Untuk menghindarkan perubahan pH yang cukup besar Murashige dan Skoog
menyarankan agar dilakukan pemanasan untuk melarutkan agar-agar dan
memanaskan media didalam autoklaf selama beberapa menit, baru diadakan
penetapan media disterilkan dalam autoklaf. Dalam wadah yang besar, media
disterlikan dan kemudian dititrasi dengan NaOH/HCl steril sampai pH yang
diinginkan. Setelah itu media dituang ke dalam wadah kultur steril yang telah
dipersiapkan di dalam laminar air flow cabinet.
Pada praktikum yang kami lakukan penambahan NaOH pada larutan sebab pH
larutan berda di bawah kisaran pH yang dianjurkan yaitu sebesar 5,6 karena
bahan pembuat medianya kebanyakan golongan asam. Kemudian dilakukan pengukuran
pH dan ditetapkan sampai 5.8. Pengaturan pH dilkukan untuk menjamin
ketersediaan unsure hara bagi eksplan di dalam botol kultur. Setelah
ditambahkan NaOH pH menjadi 5.8, maka setelah itu baru dimasukan agar. Karena
pada praktikum ini, media yang digunakan adalah media padat maka diperlukan
bahan pemadat berupa agar. Agar yang diberikan yaitu sebesar 7 gram dimasukkan
kedalam larutan penyusun media dan dipanaskan.
BAB VI
PENUTUP
Kesimpulan:
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa pembuatan media haruslah hati – hati dan sesuai dengan prosedur yang ada
karena pembuatan media yang benar menentukkan tingkat keberhasilan kultur
jaringan. Selain itu media kultur jaringan juga harus disterilkan terlebih
dahulu sebelum digunakan supaya media tanamnya tidak terkontaminasi dari kuman
– kuman dari luar. dan media tanam yang digunakan dalam praktikum ini
yaitu Murashige and Skoog (MS)
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Kultur jaringan. http://kulturjaringangue.blogspot.com/. di
akses 12 april 2013.
Anonim. 2012. Sterilisasi alat-alat kultur jaringan. http://ayatersenyum.blogspot.com/2012/06/sterilisasi-alat-alat-kultur-jaringan.html. di
akses 12 april 2013.
Anonim. 2013. Laboratorium kultur jaringan. http://lensa-alam-dan-dunia.blogspot.com/2013/04/laboratorium-kultur-jaringan.html. di
akses 12 april 2013.
Budisma. 2013. Langkah-langkah teknik kultur jaringan. http://budisma.web.id/materi/sma/kelas-xi-biologi/langkah-langkah-teknik-kultur-jaringan/. di
akses 12 april 2013.
Daisy, Hendaryono,Sriyanti
dan Wijayanti. 2006. Teknik Kultur Jaringan. Kanisius, Yogyakarta.
Daisy, Hendaryono,Sriyanti, Wijayanti. 1994. Tehnik Kultur Jaringan.
Kanisius. Yogyakarta.
George, E. T and P. O. Sherington. 1984. Plant Popagation by Tissue
Culture Handbook And Directory Comercil Collaboration. Exogetis Ltd, England..
Nugroho, A dan H. Sugianto. 1997.
Pedoman Pelaksanaan Tehnik Kultur Jaringan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sentra
edukasi. 2011. Kultur jaringan tumbuhan. http://www.sentra-edukasi.com/2011/06/teknik-kultur-jaringan-tumbuhan.html. di
akses 12 april 2013.
Sriyanti. 1994, Tehnik Kultur Jaringan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Tim
pembimbing praktikum. 2013.
Penuntun Praktikum Kultur
Jaringan. Fakultas Pertanian. Universitas Bengkulu, Bengkulu.
Wattimena, G. A. 1992. Bioteknologi
Tanaman. IPB, Bogor.
Wikipedia.
2013. Kultur jaringan. http://id.wikipedia.org/wiki/Kultur_jaringan. di
akses 12 april 2013.
Yusnita, 2003. Kultur Jaringan
Cara Memperbanyak Tanaman Secara
Efisien. P.T Agromedia Pustaka, Tangerang.
Post a Comment