LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK KULTUR JARINGAN TANAMAN AKLIMATISASI PLANLET KENTANG
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK KULTUR JARINGAN TANAMAN
AKLIMATISASI PLANLET KENTANG
Oleh
MEDIAN EFRADO
E1A 006002
PROGRAM STUDI AGRONOMI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2009
I.
PENDAHULUAN
a.
Latar Belakang
Menurut Gunawan
(1988), kultur in vitro atau kultur jaringan adalah suatu metode untuk
mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel,
jaringan dan organ, serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik, sehingga
bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman
lengkap kembali. Kultur jaringan memiliki beberapa tujuan, diantaranya
menciptakan tanaman baru bebas penyakit, memperbanyak tanaman yang sukar
diperbanyak secara seksual, dan menghasilkan tanaman baru sepanjang tahun
(Katuuk, 1989).
Faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan dalam kultur in vitro, diantaranya:
faktor genetik, media tumbuh, faktor lingkungan, dan zat pengatur tumbuh.
Menurut Wattimena (1992) zat pengatur tumbuh (ZPT) di dalam tanaman mengatur
pertumbuhan dan perkembangan tanaman pada setiap tingkat pertumbuhan dan
perkembangan. Di dalam tanaman terdapat fitohormon yang mendorong pertumbuhan
dan perkembangan, serta fitohormon yang menghambat. ZPT akan bekerja secara
aditif (sinergis) dengan fitohormon (pendorong) atau antagonis dengan fitohormon
yang menghambat. Resultan dari interaksi ini akan tampil dalam pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Menurut Gunawan (1992) tanaman pada kultur jaringan tidak
dapat menghasilkan karbohidrat sendiri dalam jumlah cukup sehingga perlu
diberikan sumber energi karbon dalam media.
Menurut Wattimena
(2000), dalam perbanyakan mikro ada dua teknik yang telah dikembangkan untuk
memproduksi propagul kentang, yaitu stek mikro dan umbi mikro. Stek mikro
berasal dari perbanyakan stek buku tunggal pada media MS tanpa ZPT. Media yang
digunakan untuk pengumbian adalah satu macam media (padat atau cair) dan dua
macam media (padat-cair atau cair-cair, yang dianjurkan adalah sistem
cair-cair. Hasil penelitian Wattimena (1983) menunjukkan bahwa media cair untuk
pengumbian secara in vitro akan menghasilkan umbi dengan ukuran, bobot basah,
dan persentase bahan kering yang lebih tinggi daripada penggunaan media padat.
Hussey dan Stacey
(1981) mendapatkan laju perpanjangan dan penebalan batang, jumlah buku, dan
morfologi tunas mikro dipengaruhi oleh panjang hari, intensitas cahaya dan
suhu. Batang tunas mikro kentang yang terbentuk semakin tebal dan pendek
apabila semakin lama penyinaran. Batang yang tebal dan pendek lebih muda
disubkultur daripada batang yang panjang dan kurus. Selain itu, menurut Roca,
Espinoza, Roca, dan Bryan (1978), serta Thorton dan Knutson (1986) lama
penyinaran yang dipergunakan untuk perbanyakan tunas mikro kentang adalah 16
jam per hari.
b.
Tujuan Praktikum
1.
Mengetahui cara mempersiapkan tanaman untuk
diaklimatisasi
2.
Mengetahui cara mengaklimatisasikan tanaman
hasil kultur dalam media aklimatisasi.
II.
BAHAN DAN ALAT
Bahan yang digunakan
pada kegiatan ini adalah planlet kentang hasil kultur pada media MS, aquades
steril, larutan hara stok MS tanpa ZPT pengenceran 10 X, pasir steril untuk
media aklimatisasi, dan selotip.
Sedangkan alat yang
dipakai antara lain : gelas plastik aqua, spet, petridish, pinset, gunting,
handsprayer, dan jarum untuk melubangi gelas plastik.
III.
CARA KERJA
Untuk aklimatisasi tanaman kentang maka langkah-langkah yang kami
kerjakan adalah sebagai berikut:
1.
Isi aqua cup dengan pasir hampir penuh, dibagian
bawah aqua dilubangi agar air tidak menggenang.
2.
Media tanam harus disterilisasi dan diinkubasi
selama 1 minggu.
3.
Siram pasir dengan larutan stok.
4.
Pindahkan planlet yang telah doigunting-gunting,
kemudian sram dengan MS tanpa ZPT dengan pengenceran 10X.
5.
Sebelum ditanam ke pasir, terlebih dahulu
planlet direndam ke larutan B selama 10 menit.
6.
Setelah ditamam, tutup aqua cup dengan cara
memasangkan aqua cup lain di atas aqua cup yang berisi planlet secara terbalik,
tutup rapat. Dengan demikian tampak seperti gambar tabung.
7.
Pindahkan ke ruang kultur dekat dengan cahaya
matahari untuk membiasakan dengan keadaan lingkungan.
8.
Setelah 2 minggu amati 1 cup untuk jumlah akar,
panjang akar terpanjang, dan panjang akar total.
IV.
HASIL PENGAMATAN
Minggu ke
|
Tanggal
|
Keterangan
|
I
|
19 Desember
2008
|
·
Bahan tanam hidup
·
Sudah keluar akar tampak dari samping
·
Akar berwarna kecoklatan
·
Tanaman tetap berwarna hijau
|
II
|
5 Desember
2009
|
·
4 tanaman dalam 4 botol aqua cup mati, hanya
satu botol yang masih hidup
·
Akar bertambah banyak, tetapi tidak mengalami
pertumbuhan di bagian pucuknya
·
Akar berwarna kecoklatan
·
Kekeringan terjadi di seluruh media
|
V.
PEMBAHASAN
Pada dasarnya
aklimatisasi tanaman dimaksudkan untuk membiasakan planlet berhubungan dengan
alam luar, sehingga pada saat di tanam ke lapangan tanaman tidak terkejut atau
mengalami stress karena perbedaam lingkungan terhadap pertumbuhan dan
pekembangannya.
Untuk aklimatisasi media
yang digunakan harus steril. Hal ini disebabkan karena planlet yang baru
dipindahkan bebas dari penyakit atau kontaminan, sehingga resiko untuk
terinfeksi sangat tinggi disebabkan karena belum terbentuknya sistem imunitas
yang baik dari tanaman karena belum terbiasa dengan kondisi lingkunag yang
banyak mengandung radikal bebas.
Penyiraman dilakukan
dengan menggunakan larutan MS dimaksudkan untuk mencukupi kebutuhan nutrisi
dari planlet di media pasir. Hal tersebut dilakukan untuk mempermudah tanaman
menyerap hara dan nutrisi. Karena pada media pasir kandungan haranya sangat
rendah. Jika pada media sudah terdapat pupuk kandang, maka tidak perlu
ditambahkan larutan MS yang mengandung hara mikro lagi.
Pengamatan dari minggu
pertama memperluhatkan pertumbuhan akr yang cepat. Seluruh tanaman masih hidup
karena masih terdapat cukup unsur hara yang tertinggal di dalam media pasir. Untuk
minggu ke dua didapati hampir seluruh tanaman mati, hanya satu tanaman yang
masih hidup.
Kematian dapat terjadi
karena padamedia mengalami kekeringan, kemudian tidak mencukupi lagi kebutuhan
planle, sehingga tanaman menjadi mati. Seharusnya setiap hari dapat dikontrol
dan jika kekeringan ditambahkan lagi larutan MS. Namun karena keterbatasan
larutan dan kesulitan untuk akses ke Laboratorium Kultur Jaringan, hal ini sulit
dilakukan.
Dari tanaman yang masih
hidup dapat dilakukan pengamatan secara visual. Tanaman terlihat mempunyai
banyak akar (akar bertambah jumlah dan panjangnya dari minggu pertama). Tetapi
sebaliknya terjadi keterlambatan pemanjangan batang. Hal ini diduga terdapat
banayak auksin di dalam media atau pada planlet. Dugaan ini dapat dicerna dari
pencelupan planlet selama 10 menit pada larutan B. Pada larutan B jika
dihubungkan dentan hasil pengamatan, dapat disimpulkan bahwa larutan B
mengandung auksin, sedangkan larutan A oleh kelompok lain tidak mengandung
auksin atau hanya sitokinin saja.
VI.
KESIMPULAN
1.
Aklimatisasi dilakukan untuk membiasakan tanaman
mikro berhubungan dengan dunia luar, hingga nantinya benar-benar siap untuk
ditanam ke lapangan
2.
Media aklimatisasi dapatt dari berbagai jenis,
namun keseluruhan media harus menjamin kesterilan untuk pertumbhan planlet.
3.
Pemberian larutan MS dengan pengenceran 10 X
dimaksudkan untuk menyediakan hara dan nutrisi bagi tanaman dengan mudah
diambil
4.
Bahan planlet yang diaklimatisasi harus ditutup
untuk menghindari terjadinya kontak langsung dengan dunia luar, hal ini
dilakukan supaya terhindar dari kontaminasi, dan beberapahari sekali dibuka
sedikit demi sedikit agar terbiasa bersentuhan dengan dunia luar.
5.
Kematian terjadi karena kekeringan pada media,
kemudian bisa terjadi karena tidak sesuai dengan keadaan lingkungan. Karena
kentang hanya cocok tumbuh di dataran tinggi. Seharusnya untuk pertumbuhan di
dataran rendah harus ditambahkan zat retardant untuk merangsang pertumbuhannya,
namun tampaknya tidak ditambahkan pada praktikum ini sehingga persentase
kematiannya cukup tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Maharijaya, Awang.
2008. Beberapa kemajuan penerapan bidang bioteknologi pada tanaman. http://awangmaharijaya.wordpress.com/2008/02/28/kemajuan-penerapan-bidang-bioteknologi-pada-tanaman/.
22 Desember 2008.
Marlin, Usman. K.J.S,
dan Atra Romeida. 2008. Penuntun Praktikum Teknik Kultur Jaringan Tanaman.
Bengkulu, UNIB.
Rahmadhaniar,
Yetti. 2007. Pertumbuhan Tanaman Dan Pembentukan Umbi Mikro Kentang Pada Suhu
Inkubasi, Nitrogen Dan Chlorocholine Chloride (Ccc) Yang Berbeda. http:// bgonggo@2007.com
22 Desember 2008
Post a Comment