SUB NANAS
BAB
I
PENDAHULUAN
SUMBER FOTO = WISUDAUNIB.AC.ID
1. Latar Belakang
Subkultur
merupakan salah satu tahapan dalam perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan.
Pada dasarnya subkultur kita memotong, membelah dan menanam kembali eksplan
yang telah tumbuh sehingga jumlah tanaman akan bertambah banyak. Pada dasarnya
subkultur merupakan tahap kegiatan yang relatif mudah dibandingkan dengan
kegiatan lain dalam kultur jaringan.
Subkultur
dilakukan karena beberapa alasan berikut:
- Tanaman sudah memenuhi atau sudah setinggi botol
- Tanaman sudah berada lama didalam botol sehingga
pertumbuhannya berkurang
- Tanaman mulai kekurangan hara
- Media dalam botol sudah mongering
Kultur
jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif.
Kultur
jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian
tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut
dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh
dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak
diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur
jaringan adalah perbayakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman
menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril.
Sedangkan tahapan-tanhapan dari kultur jaringan itu
sendiri dimulai dari pemilihan dan penyiapan tanaman induk sumber eksplan,
inisiasi kultur, multifikasi dan perbanyakan propagul, pemanjangan tunas dan
pertumbuhan akar dan aklimatisasi. Pada saat tahapan-tahapan tersebut berlangsung
terutama pada tahapan multifikasi dan elongasi media untuk eksplan harus
diganti, pergantian dari media lama ke media baru disebut dengan subkultur.
2.
Tujuan praktikum
Memberikan pengetahuan dan
ketrampilan pada mahasiswa sehingga dapat terampil melakukan subkultur terhadap
nanas hasil kultur in vitro.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tahapan-tahapan
kultur jaringan
- Pemilihan
dan penyiapan tanaman induk sumber eksplan
Sebelum
melakukan kultur jaringan untuk suatu tanaman, kegiatan yang pertama harus
dilakukan adalah memilih bahan induk yang akan diperbanyak. Tanaman tersebut
harus jelas jenis, spesies, dan varietasnya serta harus sehat dan bebas dari
hama dan penyakit. Tanaman indukan sumber eksplan tersebut harus dikondisikan
dan dipersiapkan secara khusus di rumah kaca atau greenhouse agar eksplan yang
akan dikulturkan sehat dan dapat tumbuh baik serta bebas dari sumber kontaminan
pada waktu dikulturkan secara in-vitro.
Lingkungan
tanaman induk yang lebih higienis dan bersih dapat meningkatkan kualitas eksplan.
Pemeliharaan rutin yang harus dilakukan meliputi: pemangkasan, pemupukan, dan
penyemprotan dengan pestisida (fungisida, bakterisida, dan insektisida),
sehingga tunas baru yang tumbuh menjadi lebih sehat dan dan bersih dari
kontaminan. Selain itu pengubahan status fisiologi tanaman induk sumber eksplan
kadang-kadang perlu dilakukan seperti memanipulasi parameter cahaya, suhu, dan
zat pengatur tumbuh. Manipulasi tersebut bisa dilakukan dengan mengondisikan
tanaman induk dengan fotoperiodisitas dan temperatur tertentu untuk mengatasi
dormansi serta penambahan ZPT seperti sitokinin untuk merangsang tumbuhnya mata
tunas baru dan untuk meningkatkan reaktivitas eksplan pada tahap inisiasi
kultur (Yusnita, 2003).
- Inisiasi
kultur
Tujuan
utama dari propagasi secara in-vitro tahap ini adalah pembuatan kultur dari
eksplan yang bebas mikroorganisme serta inisiasi pertumbuhan baru (Wetherell,
1976). Ditambahkan pula menurut Yusnita, 2004, bahwa pada tahap ini
mengusahakan kultur yang aseptik atau aksenik. Aseptik berarti bebas dari
mikroorganisme, sedangkan aksenik berarti bebas dari mikroorganisme yang tidak
diinginkan. Dalam tahap ini juga diharapkan bahwa eksplan yang dikulturkan akan
menginisiasi pertumbuhan baru, sehingga akan memungkinkan dilakukannya
pemilihan bagian tanaman yang tumbuhnya paling kuat,untuk perbanyakan
(multiplikasi) pada kultur tahap selanjutnya (Wetherell, 1976).
Untuk
mendapakan kultur yang bebas dari kontaminasi, eksplan harus disterilisasi.
Sterilisasi merupakan upaya untuk menghilangkan kontaminan mikroorganisme yang
menempel di permukaan eksplan. beberapa bahan kimia yang dapat digunakan untuk
mensterilkan permukaan eksplan adalah NaOCl, CaOCl2, etanol, dan HgCl2.
Kesesuaian
bagian tanaman untuk dijadikan eksplan, dipengaruhi oleh banyak faktor. Tanaman
yang memiliki hubungan kekerabatan dekat pun, belum tentu menunjukkan rspon
in-vitro yang sama (Wetherell, 1976). Penggunaan eksplan yan tepat merupakan
hal penting yang juga harus diperhatikan pada tahap ini. Umur fisiologis dan
ontogenetik tanaman induk, serta ukuran eksplan bagian tanaman yang digunakan
sebagai eksplan, merupakan faktor penting dalam tahap ini. Bagi kebanyakan
tanaman, eksplan yang sering digunakan adalah tunas pucuk (tunas apikal) atau
mata tunas lateral pada potongan batang berbuku. Namun belakangan ini, eksplan
potongan daun yang dulunya hanya digunakan untuk tanaman-tanaman herba, seperti
violces, begonia, petunia dan tomat, ternyata dapat digunakan juga untuk
tanaman-tanaman berkayu seperti Ficus lyrata, Annona squamosa, dan melinjo.
Eksplan yang dapat digunakan untuk memperbanyak tanaman Anthurium sendiri
diantaranya adalah tunas pucuk, daun, tangkai daun muda, tangkai bunga, spate,
spandik, biji, ruas batang dan anther.
Umur
fisiologis dan umur ontogenetik jaringan tanaman yang dijadikan eksplan juga
berpengaruh terhadap potensi morfogenetiknya. Umumnya, eksplan yang berasal
dari tanaman juvenile mempunyai daya regenerasi tinggi untuk membentuk tunas
lebih cepat dibandingakan dengan eksplan yang berasal dari tanaman yang sudah
dewasa.
Masalah
yang sering dihadapi pada kultur tahap ini adalah terjadinya pencokelatan atau
penghitaman bagian eksplan (browning). Hal ini disebabkan oleh senyawa fenol
yang timbul akibat stress mekanik yang timbul akibat pelukaan pada waktu proses
isolasi eksplan dari tanaman induk. Senyawa fenol tersebut bersifat toksik,
menghambat pertumbuhan atau bahkan dapat mematikan jaringan eksplan.
- Multiplikasi
atau Perbanyakan Propagul
Tahap
ini bertujuan untuk menggandakan propagul atau bahan tanaman yang diperbanyak
seperti tunas atau embrio, serta memeliharanya dalam keadaan tertentu sehingga
sewaktu-waktu bisa dilanjutkan untuk tahap berikutnya (Yusnita, 2004). Pada
tahap ini, perbanyakan dapat dilakukan dengan cara merangsang terjadinya
pertumbuhan tunas cabang dan percabangan aksiler atau merangsang terbentuknya
tunas pucuk tanaman secara adventif, baik secara langsung maupun melalui
induksi kalus terlebih dahulu. Seperti halnya dalam kultur fase inisiasi, di
dalam media harus terkandung mineral, gula, vitamin, dan hormon dengan
perbandingan yang dibutuhkan secara tepat (Wetherell, 1976). Hormon yang
digunakan untuk merangsang pembentukan tunas tersebut berasal dari golongan
sitokinin seperti BAP, 2-iP, kinetin, atau thidiadzuron (TDZ).
Kemampuan
memperbanyak diri yang sesungguhnya dari suatu perbanyakan secara in-vitro
terletak pada mudah tidaknya suatu materi ditanam ulang selama multiplikasi
(Wetherell, 1976). Eksplan yang dalam kondisi bagus dan tidak terkontaminasi
dari tahap inisiasi kultur dipindahkan atau disubkulturkan ke media yang
mengandung sitokinin. Subkultur dapat dilakukan berulang-ulang kali sampai
jumlah tunas yang kita harapkan, namun subkultur yang terlalu banyak dapat
menurunkan mutu dari tunas yang dihasilkan, seperti terjadinya penyimpangan
genetik (aberasi), menimbulkan suatu gejala ketidak normalan (vitrifikasi) dan
frekuensi terjadinya tanaman off-type sangat besar.
- Pemanjangan
Tunas, Induksi, dan Perkembangan Akar
Tujuan
dari tahap ini adalah untuk membentuk akar dan pucuk tanaman yang cukup kuat
untuk dapat bertahan hidup sampai saat dipindahkan dari lingkungan in-vitro ke
lingkungan luar. Dalam tahap ini, kultur tanaman akan memperoleh ketahanannya
terhadap pengaruh lingkungan, sehingga siap untuk diaklimatisasikan (Wetherell,
1976). Tunas-tunas yang dihasilkan pada tahap multiplikasi di pindahkan ke
media lain untuk pemanjangan tunas. Media untuk pemanjangan tunas mengandung
sitokinin sangat rendah atau tanpa sitokinin. Tunas tersebut dapat dipindahkan
secara individu atau berkelompok. Pemanjangan tunas secara berkelompok lebih
ekonomis daripada secara individu. Setelah tumbuh cukup panjang, tunas tersebut
dapat diakarkan. Pemanjangan tunas dan pengakarannya dapat dilakukan sekaligus
atau secara bertahap, yaitu setelah dipanjangkan baru diakarkan. Pengakaran
tunas in-vitro dapat dilakukan dengan memindahkan tunas ke media pengakaran
yang umumnya memerlukan auksin seperti NAA atau IBA. Keberhasilan tahap ini
tergantung pada tingginya mutu tunas yang dihasilkan pada tahap sebelumnya.
Disamping itu, beberapa perlakuan yang disebut hardening in vitro telah
dilaporkan dapat meningkatkan mutu tunas sehingga planlet atau tunas mikro
tersebut dapat diaklimatisasikan dengan persentase yang lebih tinggi (Yusnita,
2004).
BAB III
METODOLOGI
3.1
Bahan dan alat
·
Inokulum mikro nanas
·
Alkohol akuades steril
dan spiritus
·
Peralatan gelas
·
Media MS homone free
3.2
cara kerja
- Menyiapkan
semua alat dan bahan yang diperlukan
- Melakukan
subkultur terhadap tanaman nanas dengan cara :
- Menyemprot
tangan menggunakan alkohol 70% sebelum bekerja.
- Mengambil
kertas steril dan diletakkan pada papan kaca sebagai alas pada saat
melakukan pemotongan eksplan.
- Mensterilkan
semua alat diseksi yang akan digunakan dengan cara mencelupkannya kedalam
alkohol lalu membakarnya dengan lampu Bunsen.
- Mengambil
planlet tanaman nanas dari botol kultur awal sesuai kebutuhan dengan menegluarkannya
secara hati-hati.
- Menyimpan hasil
potongan planlet kedalam petridish agar tidak layu sementara kita
menyiapkan media tanam baru yaitu media MS0
- Menanam hasil stek
nanas pada media tanam baru, menutup kembali
botol.
- Memberikan label pada
botol kultur yang baru ditanamami yang berisi keterangan mengenai nama
tanaman, tanggal penanaman, dan nama penanam.
- Menyimpan
dan mengamati hasil
subkultur pada ruang pembiakan.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Penanaman inokulum
nanas dari minggu pertama hingga sekarang tidak terjadi kontaminasi. Dari
pengamatan dapat mengetahui kondisi hasil subkultur setelah satu minggu di
simpan di ruang pertumbuhan. Untuk tanaman nanas, kondisi awal ketika sebelum
di subkultur tanaman nanas berada dalam botol kultur bersama tanaman nanas
lainnya yang sudah mengalami pertambahan panjang. Tanaman tersebut memiliki
panjang hampir atau bahkan sudah mencapai tutup dari botol kultur tersebut.
Untuk kenampakan dari dari nanas tersebut juga tidak menarik yaitu
berwarna hijau pucat, kurus dan agak layu. Hal ini sangat wajar terjadi karena
tanaman tersebut mulai berebut unsur hara dengan tanaman nanas lainnya yang
tumbuh pada media dan botol yang sama.
Setelah dilakukan
subkultur, terjadi perubahan kenampakan pada tanaman nanas tersebut. Yaitu
warna tanaman hijau segar dan tanaman tumbuh tegar dan segar. Hal ini
dikarenakan tanaman tersebut telah mendapatkan penyegaran ketika subkultur.
Penyegaran tersebut dapat berasal dari media baru maupun udara baru yang masuk
ketika melakukan subkultur. Ada hal yang harus diperhatikan ketika melakukan
subkultur tanaman nanas. Yaitu ketika tanaman nanas dikeluarkan untuk dipotong
dan ditanam kembali pada media baru, tanaman tersebut jangan dibiarkan berada
di LAFC terlalu lama secara terbuka. Karena tanaman ini sangat sensitif
terhadap panas dan cahaya. Apabila tanaman tersebut dibiarkan di LAFC terlalu
lama secara terbuka dapat menyebabkan tanaman tersebut layu. Untuk itu
dalam melakukan subkultur harus dilakukan secara tepat dan cepat. Selain
menghindari hal tadi kecepatan dan ketepatan dalam melakukan subkultur juga
dapat mengurangi tingkat kontaminasi yang bisa terjadi. Setelah 2 minggu disimpan
di ruang pertumbuhan terjadi perubahan kenampakan pada tanaman tersebut.
BAB
V
KESIMPULAN
& SARAN
5.1
Kesimpulan
1.
Subkultur Nanas dapat
dilakukan dengan menggunakan inokulum nanas yang sudah disediakan.
5.2 Saran
Diperlukan
tahapan yang benar untuk subkultur dan pada ruangan kultur tidak terdapat
banyak orang untuk mencegah terjadinya kontaminasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Asghar,
S., T.Ahmad, I. A. Hafiz and M.Yaseen. 2011. In vitro propagation
of orchid (Dendrobium nobile) var. Emma white. Journal of
Biotechnology Vol. 10(16): 3097-3103.
Mariska I. dan Sukmadjaya. 2003. Kultur Jaringan
Abaka. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Genetika, Bogor.
Santoso, U. dan Nursandi F. 2003. Kultur Jaringan
Tanaman. Universitas Muhammadiyah Malang Press, Malang.
Slater,
A., N. Scott, M. Fowler. 2003. Plant Biotechnology. The Genetic Manipulation of
Plants. Oxford University Press Inc., New York.
Supriati, Y., I. Mariska dan Mujiman. 2006. Multiplikasi tunas belimbing dewi
(Averrhoacarambola) melalui kultur in vitro.
http://indoplasma.or.id/publikasi/buletin_pn/pdf/buletin_pn_12_2_2006_5055_yati.pdf.
Diakses 20 April 2013.
Tanaka,
M. 1992. Biotechnology in Agriculture and Forestry on High-Tech and
Micropropagation IV. Springer-Verlag Berlin Heidelberg 20(1).
Wattimena, G. A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman.
Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Wetherell.
1976. Tahapan-tahapan kultur jaringan. tersedia di www.kultujaringan.blogspot.com.
Di akses 5 April 2013.
Wibowo, S. 1995. Budidaya Bawang. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Yusnita.
2003. Tahapan-tahapan kultur jaringan. tersedia di www.kultujaringan.blogspot.com.
Di akses 5 April 2013.
Yusnita.
2004. Tahapan-tahapan kultur jaringan. tersedia di www.kultujaringan.blogspot.com.
Di akses 5 April 2013.
Post a Comment