contoh bab 2 penelitian kerangka teori konsep efektivitas dan lain lain
|
KERANGKA
TEORI
2.1
Konsep
Efektivitas
1. Pengertian
Efektivitas
Kata efektif berasal dari bahasa Inggris
yaitu effective yang berarti berhasil
atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. kamus ilmiah populer
mendefenisikan efektivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau
menunjang tujuan. Efektifitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau
sasaran yang telah ditentukan di dalam setiap organisasi, kegiatan ataupun
program. Disebut efektif apabila tercapai tujuan ataupun sasaran seperti yang
telah ditentukan. Hal ini sesuai dengan pendapat H. Emerson yang menyatakan
bahwa “Efektifitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya. [1]
2. Ukuran
Efektivitas
12
|
a.
12
|
Pencapaian adalah keseluruhan upaya
pencapaian tujuan harus dipandang sebagai suatu proses, oleh karena itu, agar
pencapaian tujuan akhir semakin terjamin, diperlukan pentahapan, baik dalam
arti pentahapan pencapaian bagian-bagiannya maupun pentahapan dalam arti
periodisasinya. Pencapaian tujuan terdiri dari beberapa faktor, yaitu kurun waktu
dan sasaran yang merupakan target kongkrit.
b. Integritas
Integritas yaitu pengukuran
terhadap tingkat kemampuan suatu organisasi untuk mengadakan sosialisasi,
pengembangan konsesus dan komunikasi dengan berbagai macam organisasi lainnya.
Integritas menyangkut proses sosialisasi.
c. Adaptasi
Adaptasi adalah kemampuan
organisasi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Untuk itu digunakan
tolak ukur proses pengadaan dan pengisian tenaga kerja.
2.2
13
|
1. Pengertian
Bimbingan Rohani Islam
a. Bimbingan
Secara etimologis kata bimbingan
merupakan terjemahan dari bahasa inggris, “guidance”.
Kata “guidance” adalah kata dalam
bentuk mashdar (kata benda) yang
berasal dari kata kerja “to guide”
artinya menunjukkan, membimbing, atau menuntut orang lain ke jalan yang benar.
Istilah “guidance”, juga diterjemahkan dengan arti bantuan
atau tuntunan.[3]
Ada juga yang
menerjemahkan kata “guidance”
dengan arti pertolongan. Berdasarkan arti ini, bimbingan
berarti bantuan atau tuntunan atau pertolongan; tetapi tidak semua bantuan,
tuntunan atau pertolongan berarti konteksnya bimbingan. Selain itu, bantuan
atau pertolongan yang bermakna bimbingan harus memenuhi syarat-syarat yaitu;
ada tujuan yang jelas untuk apa bantuan itu diberikan, harus terencana (tidak
insidentil atau asal-asalan), berproses dan sistematis (melalui tahapan-tahapan
tertentu), menggunakan cara-cara atau pendekatan tertentu, dilakukan oleh orang
ahli (memiliki pengetahuan tentang bimbingan), dievaluasi untuk mengetahui
hasil dari pemberian bantuan, tuntunan atau pertolongan.[4]
b.
14
|
Kata rohani berasal dari kata roh atau
ruh. Menurut Toto Tasmara, ruh adalah “fitrah manusia yang dengan itu pula,
manusia menjadi berbeda dengan binatang kekuatan yang melangit dan bertanggung jawab”.
Akan tetapi dapat juga melanggar berbagai norma-norma moral.[5]
Secara etimologi, kata rohani dalam sinonim Bahasa Indonesia, mempunyai arti
roh dan juga berkaitan dengan yang tidak berbadan jasmaniah. Sedangkan
persamaan kata rohani ialah kejiwaan.[6]
c. Islam
Agama adalah kepercayaan kepada Tuhan,
sifat-sifat serta kekuasaan-Nya dengan ajaran dan kewajiban-kewajiban yang
berhubungan dengan kepercayaan itu. Dalam pengertian yang sederhana agama
adalah proses hubungan manusia yang dirasakan terhadap sesuatu yang
diyakininya, bahwa itu lebih tinggi dari manusia.[7]
Sedangkan Islam yaitu agama yang
diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW yang berpedoman pada kitab suci Al-Qur’an atas
perintah Allah.[8]
Namun umumnya ulama’ mendefenisikan Islam adalah wahyu Allah yang disampaikan
kepada Nabi Muhammad SAW untuk kebahagian umat manusia di dunia dan akhirat.[9]
d.
15
|
Pengertian Bimbingan Rohani Islam didefenisikan
oleh beberapa ahli, antara lain :
1)
Bimbingan Rohani Islam merupakan proses
pemberian bantuan artinya bimbingan tidak menentukan atau mengharuskan,
melainkan sekedar membantu individu. Individu dibantu atau dibimbing, agar
mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah.[10]
2)
Bimbingan Rohani Islam adalah suatu
usaha pemberian bantuan kepada seseorang yang mengalami kesulitan, baik
lahiriah maupun batiniah, yang menyangkut kehidupan di masa kini dan masa
mendatang. Bantuan tersebut berupa pertolongan di bidang mental dan spiritual,
dengan maksud agar orang yang bersangkutan mampu mengatasi kesulitannya dengan
kemampuan yang ada pada dirinya sendiri, melalui dari kekuatan iman dan taqwa. [11]
3)
Bimbingan Rohani Islam adalah suatu
pelayanan bantuan yang diberikan perawat rohani Islam kepada pasien atau orang
yang membutuhkan yang sedang mengalami masalah dalam hidup keberagamannya,
ingin mengembangkan dimensi dan potensi keberagamannya seoptimal mungkin, baik
secara individu maupun beragama, dalam bimbingan akidah, ibadah, akhlak dan
muamalah, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung berdasarkan
keimanan dan ketaqwaan yang terdapat dalam al-Qur’an dan Hadis. [12]
16
|
2. Dasar
Bimbingan Rohani Islam
Manusia diperintahkan untuk saling
membantu dengan sesamanya, mengajak kepada kebaikan dan mencegah terhadap
kejahatan. Secara tidak langsung bimbingan rohani Islam berpengaruh besar dalam
hal ini, bimbingan rohani merupakan salah satu bentuk bimbingan yang berbentuk
kegiatan dengan bersumberkan pada kehidupan manusia, di dalam realitas
kehidupan ini manusia sering menghadapi persoalan yang silih berganti yang mana
antar satu sama lain berbeda-beda baik dalam sifat maupun kemampuannya.
17
|
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ
جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى
وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya Telah datang
kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang
berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.[13]
Dalam
surat Al-‘Ashr ayat 1-3 disebutkan:
وَالْعَصْر إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي
خُسْرٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا
بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
Artinya: Demi masa. Sesungguhnya manusia itu
benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat
menasehati supaya menetapi kesabaran.[14]
Dalam
surat Ali Imron ayat 104 disebutkan:
وَلْتَكُنْ
مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى
الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِوَأُولَٰئِكَ
هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan
umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah
dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”.[15]
18
|
3. Tujuan
Bimbingan Rohani Islam
Menurut M. Arifin bimbingan rohani
dimaksudkan untuk membantu terbimbing
memiliki religious reference (sumber
pegangan) dalam memecahkan problem dan membantu terbimbing agar dengan
kesadarannya bersedia mengamalkan agamanya.[17]
Sebagai suatu ilmu tentu saja bimbingan
rohani Islam mempunyai tujuan yang sangat jelas, maka untuk melengkapinya harus
ada tujuan yang tercapai dari bimbingan rohani Islam, adapun tujuannya dalam
usaha untuk berjalan dengan baik serta terarah dan berhasil sesuai dengan yang
diinginkan, diantara tujuan bimbingan rohani Islam adalah sebagai berikut:
a. Membantu
induvidu agar tidak menghadapi masalah.
b. Membantu
individu mengatasi masalah yang sedang dihadapinya.
c. Membantu
individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang baik agar tetap
baik atau yang telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga
tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain. [18]
4. Fungsi
Bimbingan Rohani Islam
Pelaksanaan Bimbingan Rohani Islam dapat
berjalan dengan baik jika dapat memerankan dua fungsi utamanya sebagai berikut:[19]
a.
19
|
1) Mengusahakan
agar klien terhindar dari segala gagasan dan hambatan yang mengancam kelancaran
proses perkembangan dan pertumbuhan.
2) Membantu
memecahkan kesulitan yang di alami oleh setiap klien.
3) Mengungkapkan
tentang kenyataan psikologi dari klien yang bersangkutan yang menyangkut
dirinya sendiri, serta minat perhatiannya terhadap bakat, minat, dan kemampuan
yang dimilikinya sampai titik optimal.
b. Fungsi
khusus
1) Fungsi
penyaluran, fungsi ini menyangkut bantuan kepada klien dalam memilih sesuatu
yang sesuai dengan keinginannya, baik, masalah pendidikan maupun pekerjaan
sesuai dengan bakat dan kemampauan yang dimilikinya.
2) Fungsi
penyesuaian, klien dengan kemajuan dalam perkembangan secara optimal agar
memperoleh kesesuaian, klien dibantu untuk mengenal dan memahami permasalahan
yang dihadapi serta mampu memecahkannya.
3) Fungsi
mengadaptasikan program pengajaran agar sesuai dengan bakat, minat, kemampuan
serta kebutuhan klien.
5.
20
|
Unsur-unsur bimbingan rohani Islam meliputi:
a. Unsur
klien
Klien adalah individu yang mempunyai
masalah yang memerlukan bantuan bimbingan rohani. Dalam pelaksanaan bimbingan
seorang klien harus dipandang dari segi-segi: [20]
1)
Setiap individu adalah makhluk yang
memiliki kemampuan dasar beragama yang merupakan fitrah dari Tuhan.
2)
Setiap individu adalah pribadi yang
berkembang secara dinamis dan memiliki corak, watak dan kepribadian yang tidak
sama.
3)
Setiap individu adalah perkembangan yang
peka terhadap segala perubahan.
Perlu diketahui bahwa klien dibimbing
sesuai dengan tingkat dan situasi kehidupan psikologisnya. Dalam keadaan
demikian seperti pribadi pembimbing sagat berpengaruh terhadap kejiwaan pribadi
klien.
b. Unsur
Pembimbing
Unsur pembimbing adalah orang yang
mempunyai kewenangan untuk melakukan bimbingan rohani Islam. Adapun yang
menjadi syarat mental psikologi bagi pembimbing adalah: [21]
1)
Meyakini akan kebenaran agamanya,
menghayati serta mengamalkannya, karena ia menjadi pembawa norma agama.
2)
21
|
3)
Memiliki rasa tanggung jawab, rasa
berbakti tinggi serta loyalitas terhadap tugas pekerjaannya yang konsisten.
4)
Memiliki kematangan jiwa dalam
bertindak, menghadapi permasalahan yang memerlukan pemecahan.
5)
Mampu mengadakan komunikasi (hubungan)
timbal balik terhadap klien dan lingkungan sekitarnya.
6)
Memiliki ketangguhan, kesabaran, serta
keuletan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya dan lain-lain.
c. Unsur
isi (Materi)
Yang dimaksud dengan materi adalah semua
bahan-bahan yang akan disampaikan kepada
terbina. Jadi yang dimaksud materi di sini adalah semua bahan yang dapat
dipakai untuk bimbingan agama Islam. Materi dalam bimbingan Agama Islam yaitu semua
yang terkandung dalam Al-Qur’an yakni: akidah, akhlak, dan hukum.[22]
1)
Aqidah atau keyakinan
Merupakan fundamental bagi setiap
muslim, dalam arti menjadi landasan yang memberi corak serta arah bagi
kehidupan seorang muslim.[23]
Aqidah adalah kepercayaan yang wajib diyakini kebenarannya oleh setiap muslim
yang dirumuskan dalam ajaran “enam rukun Iman” yakni Iman kepada Allah,
malaikat, kitab-kitab, para nabi dan rasul-rasul-Nya serta hari akhir.[24]
2)
22
|
Akhlak atau moral merupakan pendidikan
jiwa agar seseorang dapat bersih dari sifat-sifat yang tercela dan dihiasi
dengan sifat-sifat terpuji. Menurut Imam Al-Ghozali dalam Ihya’Ulumuddin,
akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa dari padanya timbul perubahan yang
mudah tanpa memerlukan pertimbangan pikiran.[25]
3)
Hukum atau Syari’ah
Merupakan peraturan-peraturan yang
disyariatkan oleh Allah untuk pegangan bagi umat manusia, baik secara
terperinci maupun global. Dan juga mengatur hubungan antara makhluk dengan
Tuhannya.[26]
Yaitu:
a) Ibadah
yaitu aturan agama yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, yang dirumuskan
dalam “lima rukun Islam” yaitu: syahadah, sholat, puasa, zakat dan haji. Ibadah
merupakan manifestasi imam umat Islam yang berpedoman pada Al-Qur’an dan
Hadist, serta sebagai pernyataan syukur manusia atas nikmat yang diterimanya
dari Allah.
b)
23
|
d. Unsur
metode
Metode adalah cara-cara pendekatan
masalah dengan cara memecahkan masalah yang dihadapi oleh subyek bimbingan atau
klien menurut ajaran Islam. Adapaun unsur metode yang digunakan dalam
pelaksanaan bimbingan agama adalah sebagai berikut :
1)
Metode interview (wawancara)
Metode interview (wawancara) adalah
salah satu cara memperoleh fakta-fakta kejiwaan yang dapat dijadikan pemetaan,
dibimbing pada saat tertentu yang memerlukan bantuan.
2)
Metode kelompok (group guidance)
Dengan menggunakan metode kelompok
pembimbing atau penyuluhan akan dapat mengembangkan sikap sosial, sikap
memahami peranan anak bimbing dalam lingkungan menurut penglihatan orang lain
dalam kelompok itu karena ingin mendapatkan pandangan baru tentang dirinya dari
orang lain dengan metode ini dapat timbul kemungkinan diberikannya group therapy yang fokusnya berbeda
dengan individu konseling.
3)
24
|
Metode ini sering disebut non directive
(tidak mengarahkan). Dalam metode ini terdapat dasar pandangan bahwa klien
sebagai makhluk yang bulat mempunyai kemampuan berkembang sendiri. Metode ini
lebih cocok dipergunakan oleh konselor agama, karena akan lebih memahami
keadaan klien yang biasanya bersumber dari perasaan dosa yang banyak
menimbulkan perasaan dosa yang banyak menimbulkan perasaan cemas, konflik
kejiwaan dan gangguan jiwa lainnya.
4)
Directive
counseling
Directive counseling
merupakan bentuk psikoterapi yang paling sederhana karena konselor secara
langsung memberikan jawaban-jawaban terhadap problema yang oleh klien disadari
menjadi sumber kecemasannya. Metode ini tidak hanya digunakan oleh para
konselor saja melainkan oleh para guru, dokter, ahli hukum dan sebagainya dalam
rangka usaha mencari informasi tentang keadaan dari klien.
5)
Metode educative (metode pencerahan)
Metode ini hampir sama dengan metode clien centered hanya perbedaannya
terletak pada lebih menekankan pada usaha mengorek sumber perasaan yang dirasa
menjadi beban tekanan batin klien atau mengaktifkan kekuatan atau tenaga
kejiwaan klien (potensi dinamis) dengan melalui pengertian tentang realitas
situasi yang dialami olehnya. [28]
25
|
Firman Allah SWT dalam surat Ali
Imran 159:
|
|
|
|
e. Sarana
Sarana adalah segala sesuatu yang dapat
dijadikan alat untuk mencapai tujuan tertentu. Bisa disimpulkan sarana
pembinaan mental agama Islam adalah semua yang dapat dijadikan alat dalam
proses pembinaan. Seperti gedung tempat bimbingan keagamaan, masjid, buku-buku,
alat peraga misalnya: gambar orang berwudhu dan sholat, huruf-huruf hijaiyah
dan lain-lain.
2.3
26
|
1. Pengertian
Lembaga Pemasyarakatan
Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk
melakukan pembinaan warga binaan permasyarakatan berdasarkan sistem,
kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem
pembinaan dalam tata peradilan pidana. Sedangkan sistem pemasyarakatan adalah suatu
tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan
pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara
pembina, yang dibina dan masyarakat. Dan lembaga pemasyarakatan yang
selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana
dan anak didik pemasyarakatan.[30]
2. Fungsi
Lembaga Pemasyarakatan
Pembinaan narapidana menurut sistem
pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk warga binaan
pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki
diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh
lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup
secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Sistem
pemasyarakatan berfungsi menyiapkan warga binaan pemasyarakatan agar dapat
berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali
sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab.[31]
2.4
27
|
1. Pengertian
Anak Secara Umum
Pengertian anak secara umum dipahami
masyarakat adalah keturunan kedua setelah ayah dan ibu.[32]
Sekalipun dari hubungan yang tidak sah dalam kaca mata hukum ia tetap dinamakan
anak, sehingga pada defenisi ini tidak dibatasi dengan usia. Sedangkan dalam
pengertian hukum Perkawinan Indonesia, anak yang belum mencapai usia 18 tahun
atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di
bawah kekuasaan orang tuanya.
Selama mereka tidak dicabut dari kekuasaan.[33]
Pegertian anak menurut istilah hukum
Islam adalah keturunan kedua yang masih kecil.[34]
Sifat kecil kalau dihubungkan dengan perwalian hak milik dan larangan bertindak
sendiri, sebenarnya ada dua tindakan yaitu:
a.
Kecil dan belum mumayyiz dalam hal ini anak itu sama sekali tidak memiliki
kemampuan untuk bertindak.
b.
Kecil tapi sudah mumayyiz, dalam hal ini si kecil ini kurang kemampuannya untuk
bertindak, namun sudah punya kemampuan.[35]
2. Hak
anak dalam Islam
28
|
Secara garis besar, hak
anak menurut Islam dapat dikelompokkan sebagai berikut:[36]
a. Hak
anak sebelum dan setelah lahir
Allah berfirman dalam surat Al-An’aam ayat
140:
|
Artinya
: “Sesungguhnya rugilah orang yang
membunuh anak-anak mereka, karena kebodohan lagi tidak mengetahui dan mereka
mengharamkan apa yang Allah telah
rezekikan pada mereka dengan semata-mata mengada-adakan terhadap Allah.
Sesungguhnya mereka telah sesat dan tidaklah mereka mendapat petunjuk”.[37]
Maksud ayat ini supaya anak memperoleh penjagaan dan pemeliharaan akan
keselamatan dan kesehatannya. Ditegaskan pula dalam surat At-Talaq ayat 6
tentang kewajiban seorang suami untuk menjaga isterinya yang sedang hamil. [38]
29
|
Dalam Islam ada beberapa hal yang dianjurkan untuk dilakukan pada saat
kelahiran anak, yaitu: Disunnahkan menggembirakan bagi yang melahirkan,
disunnahkan mengiqamati anak yang baru lahir, disunnahkan mentahnik anak yang
bari lahir, dan disunnahkan mencukur rambut anak yang lahir. [39]
b. Hak anak dalam kesucian keturunan (nasab)
Hak nasab
(hak atas hubungan kekerabatan atau keturunan) merupakan sesuatu yang penting
bagi anak.
c. Hak anak untuk menerima pemberian nama yang baik
Diantara tradisi masyarakat yang berlaku
ialah ketika seorang anak dilahirkan, dipilihlah untuk sebuah nama. Dengan nama
tersebut, ia bisa dikenal oleh orang-orang disekelilingnya.
d. Hak anak untuk menerima susuan (rada’ah)
Dalam kondisi tertentu, apabila seorang ibu
tidak memungkinkan untuk memberikan ASInya kepada anaknya, karena kemaslahatan,
maka wajib orang tua untuk mencari orang lain untuk menyusui anaknya, sebagai
pemenuhan hak-haknya untuk mendapatkan ASI.
e.
30
|
Diantara berbagai tanggung jawab yang
paling menonjol yang diperhatikan Islam adalah mengajar, membimbing, dan
mendidik anak yang berada di bawah tanggung jawabnya. Semua ini merupakan
tanggung jawab yang besar, berat dan penting karena hal ini dimulai sejak anak
dilahirkan sampai pada masa taklif
(dewasa).
3. Pengertian
Narapidana Anak
Narapidana adalah orang hukuman
(dipenjara) yang dihukum karena melakukan kejahatan (membunuh, memperkosa,
mencuri, dan lain sebagainya).[40]
Atau sebutan bagi seseorang atau sekelompok orang yang melakukan tindak pidana
serta dinyatakan bersalah oleh pengadilan.[41]
Adapun pengertian narapidana adalah
terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di LAPAS. Dalam hal ini,
narapidana termasuk juga di dalamnya anak pemasyarakatan dan di dalam
Undang-undang Nomor 12 tahun 1995 Pasal 1 angka 8 dijelaskan mengenai anak didik
pemasyarakatan adalah: [42]
a.
Anak pidana yaitu anak yang berdasarkan
putusan pengadilan menjadi pidana di LAPAS Anak paling lama sampai umur 18
tahun.
b.
31
|
c.
Anak Sipil yaitu anak yang atas
permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik
di LAPAS Anak paling lama sampai berusia 18 tahun.
Pasal 1 ayat (2) undang-undang No.4
tahun 1979 tentang kesejahteraan anak menyebutkan bahwa: anak adalah seseorang
yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin. Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUHP) memberikan batasan mengenai pengertian anak atau orang
yang belum dewasa adalah mereka yang belum berusia 21 tahun. [43]
Menurut pasal 1 angka (1) Undang-Undang
Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, pengertian anak yaitu: anak adalah
orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 tahun tetapi belum
mencapai 18 tahun dan belum pernah kawin, jadi anak yang belum mencapai usia 8
tahun belum dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya walaupun perbuatan
tersebut merupakan tindak pidana, akan tetapi bila anak tersebut melakukan
tindak pidana dalam batas umur 8 tahun dan belum mencapai 18 tahun maka ia
tetap dapat diajukan kesidang pengadilan anak.
[44]
32
|
[1] Soewarno Handayaningrat, Pengantar
Studi Ilmu Administrasi dan Manajeme, (Jakarta: Haji Masagung, 1994), hlm.
29
[2] Soewarno Handayaningrat, Pengantar
Studi Ilmu Administrasi dan Manajeme, (Jakarta: Haji Masagung, 1994), hlm.
32
[4]Tohirin, Bimbingan dan Konseling Sekolah dan Madrasah (Berbasis
Integritas), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Indonesia, 2011), hlm. 25.
[5] Toto Kasmara, Kesejahteraan Ruhaniah (Transcedental
Intelligence), (Jakarta: GIP. 2001),
Cet. Ke-2 hlm. 55.
[6] Hadi Mutikrida Laksana, Kamus Sinonim Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Nusa Indah, 1981), Cet. Ke3, hlm. 134.
[7] Zakiyah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan
Bintang. 1996) hlm. 24.
[8] Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1991), hlm. 581.
[9] Khoirudin Nasution, Pengantar Studi Islam, (Yogyakarta:
Academia+Tazzafa. 2004), hlm. 2.
[10] Aunurrahim Faqih, Bimbingan
dan Konseling dalam Islam, (Yogyakarta: LPPAI UII Press, 2001), hlm. 4.
[11] M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Dan Penyuluhan Agama, (Jakarta:
Golden Terayon Press, 1982), hlm. 2.
[12] Yahya Jaya, Spiritualisasi Islam, (Jakarta: Ruhama, 1994),
hlm. 6.
[13]Departemen Agama Republik
Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: CV. Toha Putra Semarang,
1989), hlm. 315.
[14] Departemen Agama Republik
Indonesi,
Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta:CV. Toha Putra Semarang, 1989),
hlm. 1099.
[15]Departemen Agama Republik
Indonesi,
Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta:CV. Toha Putra Semarang, 1989),
hlm. 93.
[16]M. Arifin, Pokok-pokok Bimbingan Dan Penyuluhan Agama, hlm. 29.
[17]M. Arifin, Pokok-pokok Bimbingan Dan Penyuluhan Agama, hlm. 29.
[18] Aunurrahim Faqih, Bimbingan dan Konseling Islam, hlm. 36.
[19]M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, hlm. 14.
[20] M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, hlm. 8.
[21] M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, hlm. 28-29.
[22] M.Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: fungsi dan peran Wahyu
dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: PT. Mizan Pustaka: 2004), hlm. 303.
[23]
M. Manshur Amin, Metode Dakwah
Islamiyah, (Yogyakarta: Sumbangsih: 1980), hlm. 17.
[24] Nasrudin Razak, Dienul Islam, (Bandung: PT. Al-Maarif.
1996), hlm. 39.
[25] Nasrudin Razak, Dienul Islam, hlm. 39.
[26] M. Mashur Amin, Metode Dakwah Islamiyah, hlm. 18.
[27] Masjfuk Zuhdi, Studi Islami II. (Jakarta: CV Rajawali,
1988), hlm. 3-4.
[28] M. Arifin, Pokok-pokok Pikiran Tentang
Bimbingan dan Penyuluhan Agama (di sekolah dan di luar sekolah), (Jakarta:
Bulan Bintang, 1976), hlm. 54-58.
[29]Departemen Agama Republik
Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya,
(Jakarta:CV. Toha Putra Semarang, 1989),
hlm. 103.
[30] Pasal 1 angka 1-3, Undang-undang
Tahun 1976 Tentang Pemasyarakatan.
[31] Pasal 2 dan 3, Undang-undang
Tahun 1976 Tentang Pemasyarakatan.
[32] WJS. Poerdaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1992), hlm. 38-39.
[33] Pasal 47, Undang-undang .No. 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
[34] Ensiklopedia Islam, (Jakarta: PT.
Ichtiar Baru Van Hoeve, tanpa tahun), hlm. 112.
[35] Zakariya Ahmad Al-Barry, Al-Ahkanul Aulad, alih bahasa Chadidjah
Nasution, Hukum Anak-anak dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997), hlm. 113.
[36] Abdul Rozak Husein, Hak-hak Anak Dalam Islam, (Jakarta: Fikahati Aneka,
1992), hlm. 451-471.
[37] Departemen Agama Republik
Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta:CV. Toha Putra Semarang, 1989), hlm. 211.
[38] Abdul Rozak Husein, Hak-hak Anak Dalam Islam, (Jakarta: Fikahati Aneka,
1992), hlm. 451-471.
[39] Abdul Rozak Husein, Hak-hak Anak Dalam Islam, (Jakarta: Fikahati Aneka,
1992), hlm. 451-471.
[40] Peter Salim dan Yenny Salim. Kamus bahasa indonesia kontemporer,
(Jakarta : Bulan Bintang, 1991) hlm. 933.
[41] Ahmad S.Soemardi & Ramli
Atmasasmita, Sistem Pemasyarakatan di
Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, tanpa tahun), hlm. 18.
[42] Pasal 1 angka 8, Undang-undang
Tahun 1976 Tentang Pemasyarakatan.
[43] Sudarsono, Kenakalan Remaja, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995), hlm. 24-26.
[44] Sudarsono, Kenakalan Remaja, hlm. 24-26.
[45] Sudarsono, Kenakalan Remaja, hlm. 24-26.
Post a Comment