Header Ads

test

contoh bab 2 penelitian kerangka teori konsep efektivitas dan lain lain




BAB II
KERANGKA TEORI

2.1    Konsep Efektivitas
1.      Pengertian Efektivitas
       Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. kamus ilmiah populer mendefenisikan efektivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan. Efektifitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan di dalam setiap organisasi, kegiatan ataupun program. Disebut efektif apabila tercapai tujuan ataupun sasaran seperti yang telah ditentukan. Hal ini sesuai dengan pendapat H. Emerson yang menyatakan bahwa “Efektifitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. [1]
2.      Ukuran Efektivitas
12
       Efektifitas dapat diukur dengan membandingkan antara rencana yang telah ditentukan dengan hasil nyata yang telah diwujudkan. Namun jika usaha atau hasil pekerjaan dan tindakan yang dilakukan tidak tepat sehingga menyebabkan tujuan tidak tercapai atau sasaran yang diharapkan, maka hal itu dikatakan tidak efektif. Menurut Ducan kriteria dalam pengukuran efektifitas adalah sebagai berikut: [2]
a.      
12
Pencapaian Tujuan
Pencapaian adalah keseluruhan upaya pencapaian tujuan harus dipandang sebagai suatu proses, oleh karena itu, agar pencapaian tujuan akhir semakin terjamin, diperlukan pentahapan, baik dalam arti pentahapan pencapaian bagian-bagiannya maupun pentahapan dalam arti periodisasinya. Pencapaian tujuan terdiri dari beberapa faktor, yaitu kurun waktu dan sasaran yang merupakan target kongkrit.
b.      Integritas
Integritas yaitu pengukuran terhadap tingkat kemampuan suatu organisasi untuk mengadakan sosialisasi, pengembangan konsesus dan komunikasi dengan berbagai macam organisasi lainnya. Integritas menyangkut proses sosialisasi.
c.       Adaptasi
Adaptasi adalah kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Untuk itu digunakan tolak ukur proses pengadaan dan pengisian tenaga kerja.




2.2   
13
Bimbingan Rohani Islam
1.    Pengertian Bimbingan Rohani Islam
a.    Bimbingan
       Secara etimologis kata bimbingan merupakan terjemahan dari bahasa inggris, “guidance”. Kata “guidance” adalah kata dalam bentuk mashdar (kata benda) yang berasal dari kata kerja “to guide” artinya menunjukkan, membimbing, atau menuntut orang lain ke jalan yang benar. Istilah “guidance”, juga diterjemahkan dengan arti bantuan atau tuntunan.[3]
       Ada juga yang menerjemahkan kata “guidance” dengan arti pertolongan. Berdasarkan arti ini, bimbingan berarti bantuan atau tuntunan atau pertolongan; tetapi tidak semua bantuan, tuntunan atau pertolongan berarti konteksnya bimbingan. Selain itu, bantuan atau pertolongan yang bermakna bimbingan harus memenuhi syarat-syarat yaitu; ada tujuan yang jelas untuk apa bantuan itu diberikan, harus terencana (tidak insidentil atau asal-asalan), berproses dan sistematis (melalui tahapan-tahapan tertentu), menggunakan cara-cara atau pendekatan tertentu, dilakukan oleh orang ahli (memiliki pengetahuan tentang bimbingan), dievaluasi untuk mengetahui hasil dari pemberian bantuan, tuntunan atau pertolongan.[4]


b.   
14
Rohani
       Kata rohani berasal dari kata roh atau ruh. Menurut Toto Tasmara, ruh adalah “fitrah manusia yang dengan itu pula, manusia menjadi berbeda dengan binatang kekuatan yang melangit dan bertanggung jawab”. Akan tetapi dapat juga melanggar berbagai norma-norma moral.[5] Secara etimologi, kata rohani dalam sinonim Bahasa Indonesia, mempunyai arti roh dan juga berkaitan dengan yang tidak berbadan jasmaniah. Sedangkan persamaan kata rohani ialah kejiwaan.[6]
c.    Islam
       Agama adalah kepercayaan kepada Tuhan, sifat-sifat serta kekuasaan-Nya dengan ajaran dan kewajiban-kewajiban yang berhubungan dengan kepercayaan itu. Dalam pengertian yang sederhana agama adalah proses hubungan manusia yang dirasakan terhadap sesuatu yang diyakininya, bahwa itu lebih tinggi dari manusia.[7]
       Sedangkan Islam yaitu agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW yang berpedoman pada kitab suci Al-Qur’an atas perintah Allah.[8] Namun umumnya ulama’ mendefenisikan Islam adalah wahyu Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW untuk kebahagian umat manusia di dunia dan akhirat.[9]
d.  
15
Pengertian Bimbingan Rohani Islam
       Pengertian Bimbingan Rohani Islam didefenisikan oleh beberapa ahli, antara lain :
1)        Bimbingan Rohani Islam merupakan proses pemberian bantuan artinya bimbingan tidak menentukan atau mengharuskan, melainkan sekedar membantu individu. Individu dibantu atau dibimbing, agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah.[10]
2)        Bimbingan Rohani Islam adalah suatu usaha pemberian bantuan kepada seseorang yang mengalami kesulitan, baik lahiriah maupun batiniah, yang menyangkut kehidupan di masa kini dan masa mendatang. Bantuan tersebut berupa pertolongan di bidang mental dan spiritual, dengan maksud agar orang yang bersangkutan mampu mengatasi kesulitannya dengan kemampuan yang ada pada dirinya sendiri, melalui dari kekuatan iman dan taqwa. [11]
3)        Bimbingan Rohani Islam adalah suatu pelayanan bantuan yang diberikan perawat rohani Islam kepada pasien atau orang yang membutuhkan yang sedang mengalami masalah dalam hidup keberagamannya, ingin mengembangkan dimensi dan potensi keberagamannya seoptimal mungkin, baik secara individu maupun beragama, dalam bimbingan akidah, ibadah, akhlak dan muamalah, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung berdasarkan keimanan dan ketaqwaan yang terdapat dalam al-Qur’an dan Hadis. [12]
16
       Dari beberapa defenisi bimbingan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan rohani Islam adalah salah satu bentuk bimbingan yang diberikan kepada klien untuk menuntun mereka agar mendapatkan keiklasan, kesabaran, dan ketenangan dalam menghadapi cobaannya, dalam rangka mengembangkan potensi dan menyadari kembali akan eksistensinya sebagai makhluk Allah SWT, agar dapat mencapai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.
2.    Dasar Bimbingan Rohani Islam
       Manusia diperintahkan untuk saling membantu dengan sesamanya, mengajak kepada kebaikan dan mencegah terhadap kejahatan. Secara tidak langsung bimbingan rohani Islam berpengaruh besar dalam hal ini, bimbingan rohani merupakan salah satu bentuk bimbingan yang berbentuk kegiatan dengan bersumberkan pada kehidupan manusia, di dalam realitas kehidupan ini manusia sering menghadapi persoalan yang silih berganti yang mana antar satu sama lain berbeda-beda baik dalam sifat maupun kemampuannya.
17
       Al-Qur’an dan As-Sunnah merupakan sumber dan pedoman dalam menyelesaikan permasalahan-permasalah kehidupan dalam bentuk apapun, dasar dari bimbingan agama Islam adalah seperti disebutkan dalam Al-Qur’an, surat Yunus ayat 57:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya Telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.[13]

Dalam surat Al-‘Ashr ayat 1-3 disebutkan:
وَالْعَصْر إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
Artinya: Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.[14]

Dalam surat Ali Imron ayat 104 disebutkan:
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِوَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung”.[15]
18
        Dari ayat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa betapa pentingnya mengajak kepada perbuatan yang baik dan mencegah perbuatan tercela.[16]
3.    Tujuan Bimbingan Rohani Islam
        Menurut M. Arifin bimbingan rohani dimaksudkan untuk membantu  terbimbing memiliki religious reference (sumber pegangan) dalam memecahkan problem dan membantu terbimbing agar dengan kesadarannya bersedia mengamalkan agamanya.[17]     
       Sebagai suatu ilmu tentu saja bimbingan rohani Islam mempunyai tujuan yang sangat jelas, maka untuk melengkapinya harus ada tujuan yang tercapai dari bimbingan rohani Islam, adapun tujuannya dalam usaha untuk berjalan dengan baik serta terarah dan berhasil sesuai dengan yang diinginkan, diantara tujuan bimbingan rohani Islam adalah sebagai berikut:
a.       Membantu induvidu agar tidak menghadapi masalah.
b.      Membantu individu mengatasi masalah yang sedang dihadapinya.
c.       Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang baik agar tetap baik atau yang telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain. [18]
4.    Fungsi Bimbingan Rohani Islam
       Pelaksanaan Bimbingan Rohani Islam dapat berjalan dengan baik jika dapat memerankan dua fungsi utamanya sebagai berikut:[19]
a.   
19
Fungsi umum
1)   Mengusahakan agar klien terhindar dari segala gagasan dan hambatan yang mengancam kelancaran proses perkembangan dan pertumbuhan.
2)   Membantu memecahkan kesulitan yang di alami oleh setiap klien.
3)   Mengungkapkan tentang kenyataan psikologi dari klien yang bersangkutan yang menyangkut dirinya sendiri, serta minat perhatiannya terhadap bakat, minat, dan kemampuan yang dimilikinya sampai titik optimal.
b.    Fungsi khusus
1)   Fungsi penyaluran, fungsi ini menyangkut bantuan kepada klien dalam memilih sesuatu yang sesuai dengan keinginannya, baik, masalah pendidikan maupun pekerjaan sesuai dengan bakat dan kemampauan yang dimilikinya.
2)   Fungsi penyesuaian, klien dengan kemajuan dalam perkembangan secara optimal agar memperoleh kesesuaian, klien dibantu untuk mengenal dan memahami permasalahan yang dihadapi serta mampu memecahkannya.
3)   Fungsi mengadaptasikan program pengajaran agar sesuai dengan bakat, minat, kemampuan serta kebutuhan klien.


5.   
20
Unsur-unsur dalam Bimbingan Rohani Islam
            Unsur-unsur bimbingan rohani Islam meliputi:
a.    Unsur klien
       Klien adalah individu yang mempunyai masalah yang memerlukan bantuan bimbingan rohani. Dalam pelaksanaan bimbingan seorang klien harus dipandang dari segi-segi: [20]
1)        Setiap individu adalah makhluk yang memiliki kemampuan dasar beragama yang merupakan fitrah dari Tuhan.
2)        Setiap individu adalah pribadi yang berkembang secara dinamis dan memiliki corak, watak dan kepribadian yang tidak sama.
3)        Setiap individu adalah perkembangan yang peka terhadap segala perubahan.
       Perlu diketahui bahwa klien dibimbing sesuai dengan tingkat dan situasi kehidupan psikologisnya. Dalam keadaan demikian seperti pribadi pembimbing sagat berpengaruh terhadap kejiwaan pribadi klien.
b.    Unsur Pembimbing
       Unsur pembimbing adalah orang yang mempunyai kewenangan untuk melakukan bimbingan rohani Islam. Adapun yang menjadi syarat mental psikologi bagi pembimbing adalah: [21] 
1)        Meyakini akan kebenaran agamanya, menghayati serta mengamalkannya, karena ia menjadi pembawa norma agama.
2)       
21
Memiliki sikap dan kepribadian yang menarik terhadap klien khususnya, dan kepada orang-orang yang berada di lingkungan sekitarnya.
3)        Memiliki rasa tanggung jawab, rasa berbakti tinggi serta loyalitas terhadap tugas pekerjaannya yang konsisten.
4)        Memiliki kematangan jiwa dalam bertindak, menghadapi permasalahan yang memerlukan pemecahan.
5)        Mampu mengadakan komunikasi (hubungan) timbal balik terhadap klien dan lingkungan sekitarnya.
6)        Memiliki ketangguhan, kesabaran, serta keuletan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya dan lain-lain.
c.    Unsur isi (Materi)
       Yang dimaksud dengan materi adalah semua bahan-bahan yang  akan disampaikan kepada terbina. Jadi yang dimaksud materi di sini adalah semua bahan yang dapat dipakai untuk bimbingan agama Islam. Materi dalam bimbingan Agama Islam yaitu semua yang terkandung dalam Al-Qur’an yakni: akidah, akhlak, dan hukum.[22]   
1)        Aqidah atau keyakinan
        Merupakan fundamental bagi setiap muslim, dalam arti menjadi landasan yang memberi corak serta arah bagi kehidupan seorang muslim.[23] Aqidah adalah kepercayaan yang wajib diyakini kebenarannya oleh setiap muslim yang dirumuskan dalam ajaran “enam rukun Iman” yakni Iman kepada Allah, malaikat, kitab-kitab, para nabi dan rasul-rasul-Nya serta hari akhir.[24]
2)       
22
Akhlak dan moral
       Akhlak atau moral merupakan pendidikan jiwa agar seseorang dapat bersih dari sifat-sifat yang tercela dan dihiasi dengan sifat-sifat terpuji. Menurut Imam Al-Ghozali dalam Ihya’Ulumuddin, akhlaq adalah sifat yang tertanam dalam jiwa dari padanya timbul perubahan yang mudah tanpa memerlukan pertimbangan pikiran.[25]
3)        Hukum atau Syari’ah
       Merupakan peraturan-peraturan yang disyariatkan oleh Allah untuk pegangan bagi umat manusia, baik secara terperinci maupun global. Dan juga mengatur hubungan antara makhluk dengan Tuhannya.[26] Yaitu:
a)    Ibadah yaitu aturan agama yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, yang dirumuskan dalam “lima rukun Islam” yaitu: syahadah, sholat, puasa, zakat dan haji. Ibadah merupakan manifestasi imam umat Islam yang berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadist, serta sebagai pernyataan syukur manusia atas nikmat yang diterimanya dari Allah.
b)  
23
Mu’amalah yaitu aturan agama yang mengatur hubungan manusia baik sesama agama maupun yang berlainan agama, dan juga mengatur hubungan manusia dengan alam.[27]
d.   Unsur metode
       Metode adalah cara-cara pendekatan masalah dengan cara memecahkan masalah yang dihadapi oleh subyek bimbingan atau klien menurut ajaran Islam. Adapaun unsur metode yang digunakan dalam pelaksanaan bimbingan agama adalah sebagai berikut :
1)        Metode interview (wawancara)
       Metode interview (wawancara) adalah salah satu cara memperoleh fakta-fakta kejiwaan yang dapat dijadikan pemetaan, dibimbing pada saat tertentu yang memerlukan bantuan.
2)        Metode kelompok (group guidance)
       Dengan menggunakan metode kelompok pembimbing atau penyuluhan akan dapat mengembangkan sikap sosial, sikap memahami peranan anak bimbing dalam lingkungan menurut penglihatan orang lain dalam kelompok itu karena ingin mendapatkan pandangan baru tentang dirinya dari orang lain dengan metode ini dapat timbul kemungkinan diberikannya group therapy yang fokusnya berbeda dengan individu konseling.

3)       
24
Client-centered method (metode yang dipusatkan pada keadaan klien)
       Metode ini sering disebut non directive (tidak mengarahkan). Dalam metode ini terdapat dasar pandangan bahwa klien sebagai makhluk yang bulat mempunyai kemampuan berkembang sendiri. Metode ini lebih cocok dipergunakan oleh konselor agama, karena akan lebih memahami keadaan klien yang biasanya bersumber dari perasaan dosa yang banyak menimbulkan perasaan dosa yang banyak menimbulkan perasaan cemas, konflik kejiwaan dan gangguan jiwa lainnya.
4)        Directive counseling
       Directive counseling merupakan bentuk psikoterapi yang paling sederhana karena konselor secara langsung memberikan jawaban-jawaban terhadap problema yang oleh klien disadari menjadi sumber kecemasannya. Metode ini tidak hanya digunakan oleh para konselor saja melainkan oleh para guru, dokter, ahli hukum dan sebagainya dalam rangka usaha mencari informasi tentang keadaan dari klien.
5)        Metode educative (metode pencerahan)
      Metode ini hampir sama dengan metode clien centered hanya perbedaannya terletak pada lebih menekankan pada usaha mengorek sumber perasaan yang dirasa menjadi beban tekanan batin klien atau mengaktifkan kekuatan atau tenaga kejiwaan klien (potensi dinamis) dengan melalui pengertian tentang realitas situasi yang dialami olehnya. [28]
25
   Sebagai dasar membimbing anak bimbing.
Firman Allah SWT dalam surat Ali Imran 159:


فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖوَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكۖفَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِۖفَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚإِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ


Artinya : “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”.[29]

e.    Sarana
       Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan alat untuk mencapai tujuan tertentu. Bisa disimpulkan sarana pembinaan mental agama Islam adalah semua yang dapat dijadikan alat dalam proses pembinaan. Seperti gedung tempat bimbingan keagamaan, masjid, buku-buku, alat peraga misalnya: gambar orang berwudhu dan sholat, huruf-huruf hijaiyah dan lain-lain.
2.3   
26
Lembaga Pemasyarakatan
1.    Pengertian Lembaga Pemasyarakatan
       Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan warga binaan permasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pembinaan dalam tata peradilan pidana. Sedangkan sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina dan masyarakat. Dan lembaga pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan.[30]
2.    Fungsi Lembaga Pemasyarakatan
       Pembinaan narapidana menurut sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Sistem pemasyarakatan berfungsi menyiapkan warga binaan pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab.[31] 
2.4   
27
Narapidana Anak
1.    Pengertian Anak Secara Umum
       Pengertian anak secara umum dipahami masyarakat adalah keturunan kedua setelah ayah dan ibu.[32] Sekalipun dari hubungan yang tidak sah dalam kaca mata hukum ia tetap dinamakan anak, sehingga pada defenisi ini tidak dibatasi dengan usia. Sedangkan dalam pengertian hukum Perkawinan Indonesia, anak yang belum mencapai usia 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di
bawah kekuasaan orang tuanya. Selama mereka tidak dicabut dari kekuasaan.[33]
       Pegertian anak menurut istilah hukum Islam adalah keturunan kedua yang masih kecil.[34] Sifat kecil kalau dihubungkan dengan perwalian hak milik dan larangan bertindak sendiri, sebenarnya ada dua tindakan yaitu:
a.         Kecil dan belum mumayyiz dalam hal ini anak itu sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk bertindak.
b.         Kecil tapi sudah mumayyiz, dalam hal ini si kecil ini kurang kemampuannya untuk bertindak, namun sudah punya kemampuan.[35]  
2.    Hak anak dalam Islam
28
        Hak anak dalam Islam memiliki askep universal terhadap kepentingan anak. Meletakkan hak anak dalam pandangan Islam, memberikan gambaran bahwa dasar tujuan kehidupan umat Islam adalah membangun umat manusia yang menegang teguh ajaran Islam. Dengan demikian, hak anak dalam pandangan Islam meliputi aspek hukum dalam lingkungan seseorang. Cara pandang yang dimaksud tidak saja memposisikan  umat  Islam  yang  harus  tunduk  pada  hukum Islam sebagai formalitas-formalitas wajib yang harus ditaati dan apabila dilanggar maka  perbuatan  tersebut  akan  mendapatkan  laknat  baik  di  dunia  maupun  di akherat.
       Secara garis besar, hak anak menurut Islam dapat dikelompokkan sebagai berikut:[36]
a.    Hak anak sebelum dan setelah lahir
     Allah berfirman dalam surat Al-An’aam ayat 140:

قَدْ خَسِرَ الَّذِينَ قَتَلُوا أَوْلَادَهُمْ سَفَهًا بِغَيْرِ عِلْمٍ وَحَرَّمُوا مَا رَزَقَهُمُ اللَّهُ افْتِرَاءً عَلَى اللَّهِۚقَدْ ضَلُّوا وَمَا كَانُوا مُهْتَدِينَ
Artinya : “Sesungguhnya rugilah orang yang membunuh anak-anak mereka, karena kebodohan lagi tidak mengetahui dan mereka mengharamkan apa yang Allah telah rezekikan pada mereka dengan semata-mata mengada-adakan terhadap Allah. Sesungguhnya mereka telah sesat dan tidaklah mereka mendapat petunjuk”.[37]

       Maksud ayat ini supaya anak memperoleh penjagaan dan pemeliharaan akan keselamatan dan kesehatannya. Ditegaskan pula dalam surat At-Talaq ayat 6 tentang kewajiban seorang suami untuk menjaga isterinya yang sedang hamil. [38]
29
       Islam mengajarkan agar selalu menjaga kehidupan keluarga dari api neraka (jalan kesesatan) bahkan demi hak asasi manusia diperintahkan saling menjaga antar sesama manusia. Islam juga melarang membunuh perempuan dan anak-anak dalam keadaan perang.
       Dalam Islam ada beberapa hal yang dianjurkan untuk dilakukan pada saat kelahiran anak, yaitu: Disunnahkan menggembirakan bagi yang melahirkan, disunnahkan mengiqamati anak yang baru lahir, disunnahkan mentahnik anak yang bari lahir, dan disunnahkan mencukur rambut anak yang lahir. [39]
b.    Hak anak dalam kesucian keturunan (nasab)
       Hak nasab (hak atas hubungan kekerabatan atau keturunan) merupakan sesuatu yang penting bagi anak.
c.    Hak anak untuk menerima pemberian nama yang baik
       Diantara tradisi masyarakat yang berlaku ialah ketika seorang anak dilahirkan, dipilihlah untuk sebuah nama. Dengan nama tersebut, ia bisa dikenal oleh orang-orang disekelilingnya.
d.   Hak anak untuk menerima susuan (rada’ah)
       Dalam kondisi tertentu, apabila seorang ibu tidak memungkinkan untuk memberikan ASInya kepada anaknya, karena kemaslahatan, maka wajib orang tua untuk mencari orang lain untuk menyusui anaknya, sebagai pemenuhan hak-haknya untuk mendapatkan ASI.
e.   
30
Hak anak untuk mendapatkan asuhan, perlindungan dan pemeliharaan.
       Diantara berbagai tanggung jawab yang paling menonjol yang diperhatikan Islam adalah mengajar, membimbing, dan mendidik anak yang berada di bawah tanggung jawabnya. Semua ini merupakan tanggung jawab yang besar, berat dan penting karena hal ini dimulai sejak anak dilahirkan sampai pada masa taklif (dewasa).
3.    Pengertian Narapidana Anak
       Narapidana adalah orang hukuman (dipenjara) yang dihukum karena melakukan kejahatan (membunuh, memperkosa, mencuri, dan lain sebagainya).[40] Atau sebutan bagi seseorang atau sekelompok orang yang melakukan tindak pidana serta dinyatakan bersalah oleh pengadilan.[41]
       Adapun pengertian narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di LAPAS. Dalam hal ini, narapidana termasuk juga di dalamnya anak pemasyarakatan dan di dalam Undang-undang Nomor 12 tahun 1995 Pasal 1 angka 8 dijelaskan mengenai anak didik pemasyarakatan adalah: [42]
a.         Anak pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjadi pidana di LAPAS Anak paling lama sampai umur 18 tahun.
b.        
31
Anak negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan kepada Negara untuk dididik dan ditempatkan di LAPAS Anak paling lama sampai anak berumur 18 tahun.
c.         Anak Sipil yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di LAPAS Anak paling lama sampai berusia 18 tahun.
       Pasal 1 ayat (2) undang-undang No.4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak menyebutkan bahwa: anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP) memberikan batasan mengenai pengertian anak atau orang yang belum dewasa adalah mereka yang belum berusia 21 tahun. [43]
       Menurut pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, pengertian anak yaitu: anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 tahun tetapi belum mencapai 18 tahun dan belum pernah kawin, jadi anak yang belum mencapai usia 8 tahun belum dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya walaupun perbuatan tersebut merupakan tindak pidana, akan tetapi bila anak tersebut melakukan tindak pidana dalam batas umur 8 tahun dan belum mencapai 18 tahun maka ia tetap dapat diajukan kesidang pengadilan anak. [44]
32
       Sedangkan yang dimaksud narapidana anak menurut KUHP pasal 45 adalah anak yang belum dewasa dan mencapai genap usia 21 tahun, belum menikah dan anak tersebut melakukan suatu yang dianggap melanggar peraturan hukum yang berlaku baik hukum perundang-undangan atau hukum yang lain dan sekarang berada dalam rumah tahanan atau lembaga pemasyarakatan.[45]
      


[1] Soewarno Handayaningrat, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajeme, (Jakarta: Haji Masagung, 1994), hlm. 29
[2] Soewarno Handayaningrat, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan Manajeme, (Jakarta: Haji Masagung, 1994), hlm. 32
3 Samsul Munir Amin, Bimbingan Dan Konseling Islam, (Jakarta: AMZAH, 2010), hlm. 3.
[4]Tohirin, Bimbingan dan Konseling Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integritas), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Indonesia, 2011), hlm. 25.
[5] Toto Kasmara,  Kesejahteraan Ruhaniah (Transcedental Intelligence),  (Jakarta: GIP. 2001), Cet. Ke-2 hlm. 55.
[6] Hadi Mutikrida Laksana, Kamus Sinonim Bahasa Indonesia, (Jakarta: Nusa Indah, 1981), Cet. Ke3, hlm. 134.
[7] Zakiyah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang. 1996)  hlm. 24.
[8] Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991),  hlm. 581.
[9] Khoirudin Nasution, Pengantar Studi Islam, (Yogyakarta: Academia+Tazzafa. 2004),  hlm. 2.
[10] Aunurrahim Faqih,  Bimbingan dan Konseling dalam Islam, (Yogyakarta: LPPAI UII Press, 2001),  hlm. 4.
[11] M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: Golden Terayon Press, 1982),  hlm. 2.
[12] Yahya Jaya, Spiritualisasi Islam, (Jakarta:  Ruhama, 1994),  hlm. 6.
[13]Departemen Agama Republik Indonesia,  Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: CV. Toha Putra Semarang, 1989), hlm. 315.
[14] Departemen Agama Republik Indonesi,  Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta:CV. Toha Putra Semarang, 1989), hlm. 1099.
[15]Departemen Agama Republik Indonesi,  Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta:CV. Toha Putra Semarang, 1989), hlm. 93.
[16]M. Arifin, Pokok-pokok Bimbingan Dan Penyuluhan Agama, hlm. 29.
[17]M. Arifin, Pokok-pokok Bimbingan Dan Penyuluhan Agama, hlm. 29.
[18] Aunurrahim Faqih, Bimbingan dan Konseling Islam,  hlm. 36.
[19]M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, hlm. 14.

[20] M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, hlm. 8.

[21] M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, hlm. 28-29.
[22] M.Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: fungsi dan peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: PT. Mizan Pustaka: 2004), hlm. 303.
[23]  M. Manshur Amin, Metode Dakwah Islamiyah, (Yogyakarta: Sumbangsih: 1980),  hlm. 17.
[24] Nasrudin Razak, Dienul Islam, (Bandung: PT. Al-Maarif. 1996), hlm. 39.
[25] Nasrudin Razak, Dienul Islam, hlm. 39.
[26] M. Mashur Amin, Metode Dakwah Islamiyah, hlm. 18.
[27] Masjfuk Zuhdi, Studi Islami II. (Jakarta: CV Rajawali, 1988), hlm. 3-4.
[28] M. Arifin, Pokok-pokok  Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama (di sekolah dan di luar sekolah), (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), hlm. 54-58.
[29]Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta:CV. Toha  Putra Semarang, 1989), hlm. 103.
[30] Pasal 1 angka 1-3, Undang-undang Tahun 1976 Tentang Pemasyarakatan.
[31] Pasal 2 dan 3, Undang-undang Tahun 1976 Tentang Pemasyarakatan.
[32] WJS. Poerdaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1992), hlm. 38-39.
[33] Pasal 47, Undang-undang .No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
[34] Ensiklopedia Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, tanpa tahun), hlm. 112.
[35] Zakariya Ahmad Al-Barry, Al-Ahkanul Aulad, alih bahasa Chadidjah Nasution, Hukum Anak-anak dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1997),  hlm. 113.
[36] Abdul Rozak Husein, Hak-hak  Anak Dalam Islam, (Jakarta: Fikahati Aneka, 1992), hlm. 451-471.
[37] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta:CV. Toha  Putra Semarang, 1989), hlm. 211.
[38] Abdul Rozak Husein, Hak-hak  Anak Dalam Islam, (Jakarta: Fikahati Aneka, 1992), hlm. 451-471.
[39] Abdul Rozak Husein, Hak-hak  Anak Dalam Islam, (Jakarta: Fikahati Aneka, 1992), hlm. 451-471.
[40] Peter Salim dan Yenny Salim. Kamus bahasa indonesia kontemporer, (Jakarta : Bulan Bintang, 1991)  hlm.  933.
[41] Ahmad S.Soemardi & Ramli Atmasasmita, Sistem Pemasyarakatan di Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, tanpa tahun), hlm. 18.
[42] Pasal 1 angka 8, Undang-undang Tahun 1976 Tentang Pemasyarakatan.
[43] Sudarsono, Kenakalan Remaja, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995), hlm. 24-26.
[44] Sudarsono, Kenakalan Remaja, hlm. 24-26.
[45] Sudarsono, Kenakalan Remaja, hlm. 24-26.

No comments